Selasa, 31 Maret 2009

Cuplikan Bab IV Laxiance

Sudah dua hari Heliost belum sadarkan diri. Kekalutan luar biasa melanda diri Nancy sampai rasanya ia jadi hampir gila.
“Apa Heliost baik baik saja?” itu yang selalu ditanyakannya dan berulang kali Amoze berusaha meyakinkannya. Sampai suatu pagi ratu peri Blue Fly membawa angin segar di telinga Nancy.
“Yang Mulia, saya hanya ingin menyampaikan kalau Tuan Heliost sudah mulai siuman. Saya pikir Anda akan berkenan untuk menemuinya,” ujar makhluk kecil itu bersemangat.
Nancy nyaris melonjak kegirangan karena senangnya dan ia pun tertawa, “Tentu saja, tolong antarkan aku pada Heliost,” ia setengah berlari mengejar Blue Fly. Peri kecil itu rupanya juga sudah tidak sabar untuk menemui Heliost seperti dirinya. Beberapa hari Nancy tinggal di tempat itu tapi ia belum tahu dimana kediaman Heliost. Ia pun tidak bertanya, menurutnya ia harus menunggu waktu yang tepat seperti saat ini.
Ia terus berlari menyusuri lorong demi lorong yang panjang meski paru parunya kembang kempis. Sepatu kacanya seakan mengetuk ketuk lantai kristal. Ia tak ingin kehilangan jejak Blue Fly. Tempat ini sangat luas dan bisa saja ia tersesat. Kemana pun ia memandang yang dilihatnya adalah pelangi dan indahnya taman Archiecarias.
“Ayo Yang Mulia, itu tempatnya, di depan sana,” seru Blue Fly dengan antusias.
Beberapa meter di depan kediaman Heliost, Nancy menghentikan langkahnya. Dan ia mencoba menetralkan nafasnya yang megap megap.
“Ada apa Yang Mulia?” tanya Blue Fly heran.
“Kurasa aku perlu menenangkan diri,” ujarnya dengan tersengal sengal kemudian ia tertawa, “Beri aku watku 5 menit. Ok?”
“Tentu.”
Nancy sudah hendak masuk ke ruangan itu tapi didengarnya pembicaraan Heliost dengan Amoze. Nancy maju selangkah dan berdiri di ambang pintu mencoba mendengar lebih jelas. Sementara itu Blue Fly terus memandangnya dengan heran tapi makhluk kecil itu tidak berkata apa apa.
“Tuan Heliost, apa menjemput putri Claryn merupakan keputusan yang tepat?”
“Yang Mulia Claryn harus mendapat apa yang jadi haknya. Dia adalah pewaris tahta setelah raja Elder. Sudah terlalu lama kita menyembunyikan putri Claryn dari Fortescue. Dan sekarang saat yang tepat untuk mengembalikan tahtanya,” suara Heliost yang lemah terdengar tegas.
“Saya mengerti, Tuan, tapi ini sangat berbahaya. Saya dengar anak buah Fortescue yang bernama Zogo mulai mengetahui kembalinya putri Claryn ke Laxiance.”
“Ternyata hubungan darah sungguh sangat erat. Begitu cepatnya Fortescue menyadari kehadiran putri Claryn,” Heliost pun mendesah, “Tapi Amoze, kau harus tahu. Meskipun putri Claryn kita bawa ke masa depan dan ingatannya kau hapus seperti dulu, itu takkan menjamin apapun,” sindirnya, “aku tak ingin kau lancang lagi seperti itu sampai aku harus susah payah mencari putri Claryn dan terluka seperti ini.”
“Maafkan saya, Tuan, sungguh saya tidak bermaksud begitu. Saya hanya sangat mengkhawatirkan keselamatan putri Claryn. Dan saat itu keadaan sedang sangat gawat karena Anda terluka parah saat melawan Fortescue. Satu satunya hal yang terpikirkan saat itu adalah menyembunyikan putri Claryn demi Laxiance.”
“Aku mengerti. Maaf, aku tak bermaksud menyalahkanmu,” kata Heliost dengan suara lebih tenang, “Putri Claryn harus tetap berada di sini, dengan begitu kita akan bisa melindunginya. Dan kita harus mengatur siasat bagaimana caranya dia bisa kembali bertahta.”
“Ya Tuanku, soal itu bisa dipikirkan nanti. Anda masih sakit, lebih baik Anda istirahat dulu.”
“Kau benar, Amoze. Tolong ambilkan sup cordicepsnya.”
Nancy tercenung dan ia menghela nafas panjang. Disandarkannya tubuhnya pada dinding kristal. Perlahan rasa dingin yang sejuk merayapi punggungnya.
Jadi begitu? Rupanya Fortescue mulai sadar akan kehadirannya. Entah kenapa ia merasa takut harus berhadapan dengan pamannya. Meskipun lambat laun hal itu pasti akan terjadi.
“Yang Mulia? Apa kita jadi masuk ke dalam?” bisik Blue Fly membuyarkan lamunannya.
“Ya.” Nancy mengetuk pintu kayu berukir itu dan masuk begitu terdengar sahutan. Dilihatnya Merlin yang tersenyum membungkuk memberi hormat.
Pandangan Nancy beralih ke arah Heliost yang sedang meminum supnya. Ia berusaha bersikap seperti biasa tanpa harus membuat Heliost tahu kalau dia mendengar pembicaraan tadi, “Bagaimana keadaanmu, Heliost?”
Heliost sedikit mengangkat mukanya dan ia langsung tersedak saat matanya melihat Nancy dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sup yang diminumnya tersembur keluar dan ia terbatuk batuk, “A-Anda ...” ia tak sanggup melanjutkan ucapannya.
“Ada apa?” tanya Nancy panik. Cepat cepat ia duduk di sebelah Heliost, “kau tidak apa apa?”
“Tidak Yang Mulia, mungkin supnya terlalu panas,” Heliost mencoba berkilah dan ia kembali terbatuk.
Nancy mengambil mangkuk sup dari tangan Heliost dan mengerutkan kening, “supnya dingin begini kok?”
Heliost semakin tersedak dan salah tingkah, “Ehm maksudnya supnya terlalu pahit,” ia melotot ke arah Amoze dan Blue Fly yang berusaha keras menahan tawa.
“Oh,” Nancy mengangguk, “Blue Fly, apa kau bisa membuatkan sup cordyceps yang baru? Tapi jangan yang pahit ya?”
“Baik Yang Mulia. Tapi saya rasa tak seorangpun membuat sup dengan rasa pahit,” Blue Fly mengerling nakal ke arah Heliost yang semakin memelototinya. Sementara itu Nancy hanya bisa terbengong. Peri itu melesat pergi meninggalkan jejak cahaya biru.
“A-Anda terlihat berbeda, Yang Mulia,” Heliost berusaha mengalihkan pembicaraan. Namun nada suaranya terdengar gugup.
“Dan sangat cantik,” tambah Amoze mengangkat sebelah alisnya ke arah Heliost. Tuannya hanya bisa menatapnya sebal.
“Ya, sangat cantik,” ungkap Heliost setuju. Ia menundukan kepala mencoba menyembunyikan bias merah di wajahnya.
“Blue Fly bilang ini adalah gaun ibuku. Gaun pink yang indah bukan,” ujar Nancy tertawa lepas membuat jantung Heliost semakin berdegup kencang.
“Indah sekali. Sangat pas dan cocok untuk Anda, Yang Mulia,” gumam Heliost masih dengan terpesona.
Dia terlihat sangat bahagia. Dia begitu cantik, begitu bersinar kalau tertawa seperti itu. Batinnya.
“He-em,” sekian kali Amoze berdehem dan Heliost tersentak seakan tersadar dari hipnotis.
Entah sudah berapa lama ia menatap putri Claryn dan rasanya ia jadi malu sendiri, “Ma-maaf ...” sepertinya ia memang telah mempermalukan diri. Tak pantas ia bersikap seperti itu. Ia hanya seorang penjaga Archiecarias dan golden pearl. Ia juga bukan manusia seutuhnya. Ia hanya Pegazuse. Sangat tidak sederajat dengan putri Claryn.
“Heliost? kau baik baik saja?”
Benarkah ada kecemasan dalam sorot mata sang putri? Heliost benar benar tak yakin, “mungkin saya hanya sedikit perlu istirahat.”
Nancy tersenyum simpul, “Baiklah,” ujarnya mengerti.
“Kalau begitu saya juga permisi. Banyak hal yang masih harus saya kerjakan,” kata Amoze berangsur pergi.
“Kau harus memulihkan tenagamu,” timpal Nancy. Dilihatnya seulas senyum hangat tersungging di wajah tampan itu.
Heliost hanya mengangguk saat Nancy dan Amozr keluar dari ruangan itu dan pintu tertutup. Ia mencengkeram kepalanya dengan kedua tangan. Ia sungguh merasa sangat resah, entah apa sebabnya. Tapi ia takan pernah bisa berbohong pada hati kecilnya. Sungguh aneh! Dia mencintai putri Claryn sejak gadis itu masih bayi dan sekarang perasaan itu semakin kuat.
Waktu itu ia sungguh tak rela saat Amoze telah lancang menyembunyikan putri Claryn ke masa depan. Ia begitu menyesalkan hal itu meskipun ia sadar apa yang dilakukan Amoze benar demi menyelamatkan sang putri dan demi kelangsungan Laxiance. Bukan hanya karena putri Claryn yang saat itu masih terlalu kecil dan belum bisa memimpin, tapi juga karena kejahatan Fortescue.
Bertahun tahun ia terus mencari, walaupun terluka, mati pun ia rela demi sang putri. Awalnya hatinya hanya dipenuhi rasa sepi dan kesendirian sungguh sangat menyiksanya. Nyanyian duyung yang syahdu seakan mengobati rasa rindunya tapi juga membuatnya terluka dalam waktu bersamaan. Tapi sekarang ia bisa sedikit menghela nafas lega dengan keberadaan sang putri di istana kristal ini.
“Tidaakk!!” Heliost menggeleng keras keras. Kenapa perasaan ini harus ada? Ia tak berhak mencintai dan dicintai. Ia hanya seekor Pegazuse, kuda sihir yang dapat menjelma sebagai manusia.
Ia memeluk kedua lututnya dan meratap sedih. Ia sungguh tak pantas mencintai putri Claryn. Ia tak pantas untuk mencintai siapa pun. Ia ditakdirkan untuk tidak jatuh cinta. Itu akan membuatnya melemah dan akan sangat berbahaya bagi Laxiance.
“Tidak itu tidak boleh terjadi,” Heliost menyeka kristal bening di sudut matanya. Demi Laxiance ia rela melakukan apa saja. Ia rela mempertaruhkan jiwanya. Ia pun harus rela mengorbankan perasaannya. Lagi pula putri Claryn takkan menaruh hati pada Pegazuse seperti dia. Putri berhak mendapat laki laki yang jauh lebih baik dan jauh lebih terhormat daripada dirinya.

Tidak ada komentar: