Selasa, 31 Maret 2009

Cuplikan Bab III Laxiance

“Heliost!” jeritan Nancy memecahkan kesunyian. Dengan terisak, dipeluknya tubuh Heliost erat erat. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia disitu dan menangis ketidakberdayaan Heliost ketika didengarnya suara langit yang menggelegar. Sesaat ia melihat kilatan cahaya. Ia mendongak ke atas. Langit yang cahaya dan bertaburan bintang kini dipenuhi awan mendung. Udara menjadi begitu dingin dan angin berdesir semakin kencang.
Sekelilingnya mendadak begitu kelam tapi tak sesuram hatinya. Ia menatap wajah pucat Heliost dan hatinya terasa semakin sakit. Tapi kemudian didengarnya suara gemeresak langkah kaki yang menginjak dedaunan dan ranting kering. Dan hatinya kembali menciut. Dilihatnya seorang laki laki tua berjalan ke arahnya. Laki laki itu bertubuh tinggi dengan rambut dan jenggot panjang yang mulai memutih. Bola matanya kelabu dan terlihat teduh, kulit di sekitar wajahnya keriput dan ia membawa tongkat kayu setinggi dua meter yang menopang tubuhnya.
Sesaat laki laki tua itu menatap Nancy dengan pandangan menyelidik. Lalu pandangannya beralih ke arah Heliost yang tergeletak lemah.
Nancy beringsut mundur dengan takut, “Si-siapa kau?”
Laki laki itu kembali menatap Nancy. Dan seketika itu juga ia membelalak, “Ho-hormat saya, Yang Mulia,” ia menekuk salah satu kakinya dan sedikit membungkukan badan, “Maafkan saya, seharusnya saya bisa mengenali Anda.”
Nancy menghela nafas lega. Mungkinkah dia salah satu pengikutnya di Laxiance.
“Si-siapa kau?” tanyanya lagi dengan suara yang jauh lebih tenang.
“Oh maaf, Yang Mulia,” seru laki laki itu tertegun, “Perkenalkan, saya adalah Amoze.”
Nancy terperanjat dan memicingkan mata, “Amoze?” ia kembali memperhatikan laki laki tua itu dengan seksama. Dan ia seakan tersadar dari keterkejutannya, “Oh Amoze tolong aku, Heliost terluka. Aku tidak tahu bagaimana menolongnya.”
“Hamba tahu Yang Mulia,” kata Amoze masih dengan penuh hormat, “Cahaya di Archiecarias memudar seiring dengan meredupnya cahaya tanduk emas Tuan Heliost. Dari situ saya tahu Tuan Heliost dalam bahaya.”
Nancy mengangguk mengerti, “A-apa dia masih hidup?” ia tergagap. Hatinya dipenuhi kegundahan.
“Ya.” Gumam Amoze, ia membungkukkan badan ke tubuh Heliost yang kian melemah, “Jika Tuan Heliost meninggal tanduknya akan membatu dan golden pearl akan terlepas. Itu akan menjadi awal kehancuran Laxiance.”
“Kalau begitu kita harus segera membawanya ke Archiecarias,” tuntut Nancy dengan tidak sabar. Seumur hidup ia tak pernah secemas ini.
“Anda benar Yang Mulia,” kata Amoze segera beranjak dan ia pun mulai bersiul.
Nancy mengerutkan kening dengan heran, “A-apa yang kau lakukan?”
“Memanggil Terragone.”
“Terragone?” Nancy semakin tak mengerti.
“Terragone adalah naga api dari Archiecarias. Dia akan membawa kita keluar dari tempat ini,” jelas Amoze dan beberapa menit kemudian terdengar suara gemuruh. Dan sesosok hewan aneh dan terlihat buas muncul dari balik awan gelap yang memenuhi langit.
Naga itu berwarna hitam dan panjangnya beberapa meter seperti ular raksasa. Dengan mata kuning, kepala bertanduk dan kulit bersisik membuatnya terlihat semakin ganas. Terragone menyemburkan api dan membakar beberapa pucuk pepohonan pinus sebelum akhirnya mendarat.
Nancy meneguk ludah, “Kita tidak akan menaikinya kan?” ada nada takut dalam suaranya, membuat Amoze tertawa pelan.
“Yang Mulia, Anda adalah penguasa Laxiance. Dan seluruh penghuni Laxiance tunduk pada Anda.”
Terragone kembali menggeram, membuat Nancy terlonjak kaget.
“Jaga sikapmu Terragone, dia adalah Yang Mulia Claryn,” tukas Amoze marah dan mata kuning Terrragon melebar seketika itu juga.
“Maafkan saya,”
Nancy tersentak saat didengarnya suara geraman dari mulut Terragone yang selalu mengeluarkan asap panas. “Di-dia bisa bicara?” serunya tak percaya.
“Ya,” Amoze mengangguk, “sekarang kita harus segera membawa Tuan Heliost ke Archiecarias.” Ia menggerakkan tongkatnya dan tubuh Heliost mulai terangkat dari tanah. Kepala dan tangan Heliost terkulai lemah membuat hati Nancy miris.
Amoze membaringkan tubuh Heliost di atas punggung Terragone, “Sekarang giliran Anda Yang Mulia.”
Nancy mendekati naga hitam itu dengan ragu, “Senang bisa terbang bersama Anda,” kata Terragone. Suaranya yang lebih mirip geraman seakan menggema di telinga Nancy.
Nancy mencoba untuk tersenyum dan ia mulai menaiki punggung Terragone yang berlendir dan licin.
Semoga naga ini tidak memanggangku hidup hidup, pikirnya kalut.
Terragone membentangkan sayapnya dan jari jarinya yang setajam cakar elang pun menekuk saat ia mulai terbang ke angkasa. Meskipun Amoze duduk di belakang Nancy, gadis itu tetap mencengkram punggung Terragon kuat kuat. Entah kenapa ia rasanya akan tergelincir.
“Kita akan ke waterfall gate. Itu adalah gerbang yang langsung menuju Archiecarias,” Amoze memberi penjelasan.
“Heliost akan baik baik saja kan?” tanya Nancy khawatir.
“Tenang saja, Tuan Heliost adalah penjaga golden pearl, dia tidak akan mati semudah itu.”
“Golden pearl adalah mutiara kehidupan. Anda tahu apa artinya itu?”
Nancy menggeleng. Jangankan tentang golden pearl, ia sendiri tidak tahu apa apa tentang dirinya.
“Golden Pearl memberikan kehidupan pada orang yang memilikinya,” lanjut Amoze.
“Maksudmu kehidupan abadi?”
“Lebih dari itu, Yang Mulia,” Amoze mengelus janggutnya yang memutih, “Golden pearl memberi kehidupan pada Laxiance karena golden pearl merupakan kekuatan sihir terbesar di Laxiance. Dengan kata lain Tuan Heliost adalah penjaga kehidupan Laxiance.”
Nancy termenung. Ada sesuatu yang rasanya mengusik benaknya, “Sudah berapa lama Heliost menjaga golden pearl?”
“Tuan Heliost dulunya adalah jenderal besar pada masa pemerintahan raja Naelle. Dia adalah raja pertama Laxiance. Tuan Heliost merupakan orang kepercayaan raja dan kesetiaannya pada Laxiance sungguh sangat luar biasa. Dia benar benar orang yang penuh pengabdian. Raja Naelle tahu, dia tak mungkin berkuasa selama lamanya. Harus ada yang menggantikannya kelak yaitu keturunannya. Dan dipercayakannya golden pearl itu pada Tuan Heliost. Sungguh merupakan tugas yang sangat besar. Apalagi Tuan Heliost adalah Pegazuse dan selama beribu ribu tahun ia telah menjaga golden pearl dengan baik.”
Beribu ribu tahun? Selama itukah?
“Dan sekarang Fortescue mengincar Heliost?” tanya Nancy lagi.
“Ya, Yang Mulia,” Amoze memandang ke arah Heliost dengan sedih, “Fortescue sebenarnya pangeran yang terusir dari Laxiance karena dia seorang penyihir hitam dan selalu menebarkan kejahatan. Dirinya merasa lebih pantas untuk memimpin dibanding ayah Anda, raja Elder. Dan Laxiance begitu berduka atas kematian raja Elder.”
Nancy tertunduk. Kesedihan dan kesepian kembali menggerogoti hatinya, “Amoze, apakah kau dapat membuat ingatanku kembali?” ucapnya lirih, “Aku benar benar merindukan ayah, ibu dan segala sesuatu tentang Laxiance. Tapi aku tak bisa ingat apa apa.”
“Maafkan saya, Yang Mulia, saya tak bisa melakukannya,” kata Amoze, “Setelah saya menghapus ingatan Anda dulu, saya tak bisa memutar sihir itu. Itu akan menyebabkan kerusakan pada otak dan saya tak ingin hal itu terjadi pada Anda. Sungguh maafkan saya. Seharusnya dulu saya tidak ...”
“Sudahlah Amoze,” potong Nancy dan ia mencoba tersenyum, “Semua ini bukan salahmu. Kau hanya melakukan apa yang harus kau lakukan. Mungkin nanti aku bisa ingat dengan sendirinya.”
“Benar Yang Mulia,” kata Amoze masih dengan perasaan bersalah, “Saat itu Anda masih berumur 10 tahun. Anda terlalu lemah untuk berhadapan dengan Fortescue. Saya benar benar mengkhawatirkan keadaan Anda. Maka dari itu saya membawa Anda ke masa depan, berabad abad jauhnya dari Laxiance. Karena Fortescue adalah paman Anda, dia memiliki keterikatan dengan Anda. Jadi saya menghilangkan ingatan Anda. Fortescue akan membunuh Anda untuk dapat berkuasa di Laxiance. Rakyat Laxiance takkan menjadikannya raja sebelum mereka melihat dan yakin kalau pewaris tahta terakhir sudah meninggal.”
“Dengan kata lain, Fortescue mengincarku dan golden pearl?” tanya Nancy dengan pikiran menerawang jauh.
“Ya, Yang Mulia, Anda dan Tuan Heliost dalam keadaan bahaya. Tapi sekarang keadaan menjadi semakin buruk. Sebelum kegelapan dan kekuatan hitam Fortescue menelan seluruh Laxiance, Anda harus kembali. Anda sudah cukup umur untuk bisa kembali memerintah.”
“Lalu bagaimana dengan Archiecarias itu sendiri?”
Amoze kembali memberi penjelasan, “Archiecarias adalah tempat paling aman di Laxiance karena dilindungi golden pearl. Semua kekuatan jahat tak bisa menembus Archiecarias yang sangat suci dan dikeramatkan.”
“Dan kau tadi bilang lepasnya golden pearl berarti awal kehancuran Laxiance?”
“Lepasnya golden pearl dari tanduk Pegazuse berarti kematian Tuan Heliost dan jika golden pearl sampai jatuh ke tangan orang jahat seperti Fortescue akan sangat berbahaya bagi Laxiance. Dan itu lebih dari sekedar bencana. Itu akan menjadi kehancuran Laxiance.”
Entah kenapa perasaan Nancy terluka saat didengarnya Amoze berkata kematian Heliost. Ada suatu perasaan tidak rela dalam hatinya. Perasaan tidak rela kehilangan Heliost.
Nancy tidak berkata apa apa lagi. Dan selama sisa perjalanan ia lebih berdiam diri. Terragone membawa mereka terbang seakin tinggi. Di bawah mereka terbentang hutan dan bukit yang menghijau. Mereka melewati hamparan kebun teh yang luas sampai akhirnya mereka sampai di air terjun setinggi 15 Monda dengan lebar lebih dari 2 m.
Di bawah air terjun itu tampak sungai berbatu yang mengalir deras. Terlihat buih buih keputihan di dasar air terjun yang diakibatkan tekanan air yang kuat.
“Kita sudah sampai di waterfall gate, Yang Mulia,” kata Amoze mencairkan kebisuan. Ia pun kembali mengangkat tongkatnya dan menyentuhkan tongkatnya ke dinding batu sebelah air terjun.
Nancy mengerutkan dahi saat dilihatnya guratan yang disentuh tongkat Amoze sama persis dengan tanda lahir di telapak tangannya, “Jadi itu benar lambang kerajaan Laxiance?”
Amoze tersenyum simpul, “Ya, Yang Mulia,” kemudian terdengar suara gemuruh pelan.
Nancy sudah hendak bertanya apa yang terjadi. Tapi ia tercengang menyaksikan air terjun itu bergerak melambat dan akhirnya berhenti sama sekali. Sekarang ia seakan melihat tirai dari air yang transparan. Waktu seakan berhenti dan di balik tirai air itu ia bisa melihat sebuah gerbang perlahan lahan membuka. Di bagian tengah gerbang itu juga ada lambang Laxiance yang terbuat dari emas.
“Anda perlu tahu, Yang Mulia, bertahun tahun Tuan Heliost melintasi ruang dan waktu hanya untuk mencari Anda,” kata Amoze lagi. Dan rasa sesal kembali memenuhi hati Nancy. Sesaat ia tak mempercayai Heliost padahal Heliost telah banyak berkorban demi Laxiance.
Begitu gerbang terbuka sepenuhnya, Terragone melesat menembus air terjun yang berhenti bergerak dan memasuki gerbang itu. Anehnya Nancy tidak merasa basah sedikitpun.
“Selamat datang di dunia Laxiance, Yang Mulia,” kata Terragon angkat bicara.
Nancy merasakan udara dingin yang sejuk menerpanya saat ia mulai memasuki Archiecarias. Di bawahnya terbentang pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Di bawahnya tampak hamparan padang rumput yang indah dan penuh bunga bunga, bukit bukit kecil, danau, sungai yang berwarna warni dan istana yang bersinar dikelilingi cahaya pelangi.
“Kita akan membawa Tuan Heliost ke istana kristal,” gumam Amoze.
Nancy sedikit membungkukkan badannya untuk bisa melihat dengan jelas, “Apakah itu duyung?” serunya takjub.
“Itu adalah danau duyung Yang Mulia, nanti akan saya perkenalkan Anda dengan Azola, pangeran duyung,” Amoze mengulum senyum. Wajahnya terlihat berbinar melihat sang putri begitu gembira.
“Dan itu rumah jamur dengan para kurcaci? Ya Tuhan apa aku benar benar melihat peri, Oh mereka begitu indah,” Nancy begitu antusias dan rasanya ia sulit percaya. Apa yang dilihatnya seperti mimpi.
Amoze mengangguk dan tertawa kecil.
“Amoze, kenapa sungainya berwarna warni?” tanya Nancy riang, “sungguh luar biasa.”
“Ketiga sungai itu adalah lambang ketiga penjaga Laxiance. Sungai Anda adalah Buttermilk river, yang putih itu. Olive river milik Tuan Heliost yang berwarna keemasan. Dan yang terakhir adalah Honeyburn yang agak kecoklatan seperti madu, ketiganya bermuara di teluk Danderloin.”
“Apa honeyburn itu lambang dirimu?”
“Ya, Yang Mulia.”
Terragone terbang rendah melewati danau duyung yang berwarna biru tua. Di danau duyung itu juga ada beberapa air terjun kecil yang mengalir dair bukit bukit di sekitarnya.
Nancy tertawa senang saat sekumpulan peri mengelilinginya menebarkan cahaya indah penuh warna. Peri peri itu tampaknya memberi hormat dan berbicara dalam suara kecil yang melengking tinggi. Nancy tidak tahu apa yang mereka katakan.
“Tidak semua peri dapat berbicara bahasa manusia Yang Mulia,” kata Amoze seakan bisa membaca pikiran Nancy. “Tapi saya rasa mereka senang dengan kembalinya Anda.”
Mereka melewati sekumpulan bunga seperti terompet besar berwarna ungu, rumpun rosemary, hamparan Echinacea dan berbagai tumbuhan lainnya.
Mereka sudah hampir sampai di istana kristal. Istana itu terlihat berkilau bermandian cahaya matahari. Seperti halnya namanya, istana itu merupakan bangunan runcing layaknya stalakmit yang terbuat dari kristal. Pepohonan pinus yang hijau tumbuh disekitarnya.
“Kita sudah sampai,” Terragone menukik tajam membuat Nancy harus berpegangan erat erat. Dan begitu mereka mendarat, mereka disambut oleh beberapa penghuni Archiecarias yang ada di istana itu.
“Yang Mulia, ini adalah Blue Fly, ratu peri,” Amoze memperkenalkan.
Blue Fly adalah peri bersayap biru dengan rambut pirang yang indah. Tubuhnya dibalut pakaian dari kelopak bunga lily ungu.”Blue Fly memberi hormat, Yang Mulia,” Blue Fly mengembangkan rok bunganya dan membungkuk layaknya seorang bangsawan, “Saya sungguh cemas. Cahaya Archiecarias meredup. Apa yang terjadi pada Tuan Heliost?”
Seketika leher Nancy tercekat, ia menoleh ke arah Heliost yang memucat.
“Blue Fly, kau harus cepat menolong Tuan Heliost,” kata Amoze yang sudah meletakan Heliost di atas tandu sutra dan kini dibuatnya tandu itu melayang di udara, “Aku akan membawa Tuan Heliost ke ruang perawatan.”
“Ya Amoze, akan kubuatkan ramuan Echinacea dan Nettle. Mungkin dengan olive oil,” Blue Fly pun langsung melesat pergi meninggalkan bias cahaya biru yang luar biasa.
“Tambahkan juga sup cordyceps,” seru Amoze “Dan kau Zhives, tolong antarkan Yang Mulia Claryn ke kediamannya.”
Ternyata yang disebut Zhives adalah seorang peri cantik pengawal setia Blue fly. Sayapnya yang berwarna perak bergerak di udara.
Amoze berpaling ke arah Nancy, “Maaf Yang Mulia, mungkin yang terjadi tidak sesuai dengan harapan Anda. Seharusnya kami bisa menyambut Anda lebih dari ini.”
“Tidak apa apa. Aku justru mengkhawatirkan keadaan Heliost. Kumohon selamatkan dia,” pinta Nancy
“Kalau begitu saya permisi dulu,” Amoze undur diri dan melangkah pergi.
“Amoze tunggu!” panggil Nancy membuat langkah laki-laki terhenti.
“Ya, Yang Mulia?”
Nancy menggigit bibir dengan gelisah. Ia tidak tahu bagaimana mengutarakan apa yang ada di pikirannya, “Dia akan baik baik saja kan?” akhirnya hanya pertanyaan itu yang sanggup keluar dari mulutnya.
Amoze terdiam sejenak dan menatap Nancy lekat lekat, “kelihatannya Anda sangat mencemaskan keadaan Tuan Heliost?”
Nancy tersentak. Wajahnya merah padam. Suatu perasaan aneh muncul dalam benaknya. Dan itu tidak hanya membuatnya gugup tapi juga salah tingkah.
“Maaf kalau hamba terlalu lancang Yang Mulia,” kata Amoze cepat cepat, kemudian ia tersenyum penuh arti, “Segala sesuatunya bisa terjadi di antara sepasang muda mudi. Dan si tua Amoze ini tak bisa dibohongi Yang Mulia.”
Nancy langsung meringis. Ia benar benar tak mengerti apa yang dikatakan Amoze. Dan ia sungguh tak bisa memahami perasaannya sendiri. Kenapa tiba tiba Amoze berkata seperti itu? Apa ada sesuatu yang aneh dengan dirinya?

Tidak ada komentar: