Selasa, 07 April 2009

Persalinan Prematur

A. Definisi
Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28-36 minggu. (Wiknjosastro, 2002 : 314).
Persalinan pretern adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20-37 minggu (Mansjoer, 2000 : 274).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221).
B. Etiologi
Menurut Surasmi (2003) bahwa penyebab persalinan prematur dibagi 3 yaitu :
Faktor Ibu
a. Toksemia gravidarum yaitu PE dan Eklamsi.
b. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bicornis, incompeten serviks).
c. Tumor (misal : mioma uteri, sistoma).
d. Ibu yang menderita penyakit antara lain :
1) Akut dengan gejala panas tinggi (tifus abdominalis, malaria).
2) Kronis (TBC, penyakit jantung).
e. Trauma pada masa kehamilan
1) Fisik (misal : jatuh).
2) Psikologis (misal : stress).
f. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
g. Placenta (misal : placenta previa, soluti placenta).
Faktor Janin
a. Kehamilan ganda
b. Hidramnion
c. KPD ( ketuban pecah dini)
d. Cacat bawaan
e. Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis)
f. Insufisiensi placenta
g. Inkompatibilitas darah ibu dan janin (factor rhesus, golongan darah A, B, O)
Faktor placenta
a. Placenta previa
b. Solusio placenta
C. Tanda dan Gejala
Pada kehamilan kurang dari 37 minggu terjadi kontraksi uterus yang teratur, semakin kuat dan sering, disertai tanda persalinan normal lainnya, dankemudian diikuti dengan lahirnya bayi yang belum cukup umur dengan berat badan 2500 gram (Dinkes, 2001 : 40).
Menurut Herron (1982) bahwa keluhan dan gejala lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis dini wanita hamil dengan resiko untuk persalinan preterm :
a. Keluarnya mucus dari serviks, sering sedikit berdarah.
b. nyeri punggung bawah
c. tekanan panggul yang disebabkan oleh desensus janin
d. kram mirip menstruasi
e. kram intestinal dengan atau tanpa diare.
D. Diagnosa
Menurut Mansjoer (1999) bahwa diagnosa dari persalinan prematur ada 2 yaitu :
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum : tampak wajah pucat, pembesaran kelenjar lympe di belakang telinga.
b. Pemeriksaan abdomen : TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hb 7% gram
b. USG : TBJ = 2325 gram
E. Penanganan
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa penanganan persalinan prematur ada 2 yaitu :
Penanganan umum
a. Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu.
b. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Penilaian khusus
a. Penilaian klinik
1) Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginan dan diikuti salah satu berikut ini:
2) Pada periksa dalam :
a) Pendataran 50 - 80% atau lebih.
b) Pembukaan 2 cm atau lebih.
3) Mengukur panjang serviks dengan vaginal proses USG :
a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan premature.
b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan premature.
c) Cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi kelahiran premature.
b. Penanganan
Perlu dilakukan penilaian tentang :
1) Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin.
2) Demam atau tidak.
3) Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan USG.
4) Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea.
5) Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk sesuai dengan prinsip penanganannya.
6) Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran, atau
7) Siapkan penanganan selanjutnya
8) Upaya menghentikan kontraksi uterus :
a) Pemberian obat
Kemungkinan obat - obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu.
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila :
· Umur kehamilan < 35 minggu
· Pembukaa.n seviks < 3 cm
· Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif.
· Tdak ada gawat janin.
b) Perawatan di RS
Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan eyaluasi terhadap hisdan pembukaan.
· Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin.
· Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selama 12 jam (berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selama 6 jam).
· Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Pemberian antibiotika, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah golongan aerob Gram (+) dan (-), anaerob dan lain - lain yang berasal dari :
· Biasanya flora normal dari vagina/rectum.
· Kadang eksogen akibat tindakan yang aseptic (grup A streptokokus).
Obat tokolitik yang dianjurkan :
Berikan obat-obatan tokolitik tidak > 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau cairan pervaginan, djj, gula darah).
c. Persalinan berlanjut
Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan menyetop kontraksi uterus bila :
o Umur kehamilan lebih dari 35 minggu.
o Serviks membuka lebih dari 3 cm.
o Perdarahan aktif.
o Janin mati dan adanya kelainan congenital yang kemungkinan hidup kecil.
o Adanya khorioamnionitis.
o Preeklampsia.
o Gawatjanin.
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi premature cukup tinggi).
F. Komplikasi
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa komplikasi persalinan premature ada 2 yaitu :
Terhadap ibu
a. Tidak terlalu berbahaya
b. Kemungkinan kehamilan premature kembali terulang
Terhadap janin
a. Mudah terkena infeksi
b. Perkembangan dan pertumbuhannya sering terlambat.
G. Prognosa
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa prognosanya sebagai berikut :
Partus premature merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting, kejadian ± 7% dari semua kelahiran hidup.
H. Pencegahan
Menurut Manuaba (1998), bahwa pencegahan persalinan premature ada 3 yaitu :
Ibu harus mempersiapkan diri untuk hamil.
Lakukan pemeriksaan intensif
Mengatur jarak kehamilan.

Plasenta Previa

A. Pengertian
1. Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi abnormal, yaitu pada SBR sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir atau Ostium Uteri Internal. (Mochtar, 1998. 269)
2. Plasenta Previa adalah plasenta dengan implantasi disekitar SBR, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internal. (IdaBagus Gde Manuaba, 1998. 253)
3. Plasenta Previa adalah keadaan dimana Implantasi plasenta terletak pada atau dekat Seruik (Saefudin, 2002. M.20).
B. Klasifikasi
Menurut Mochtar (1998), bahwa klasifikasi plasenta Previa adalah sbb :
1. Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm:
a. Plasenta Previa Sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi Ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :
1) Plasenta Previa Lateralis Posterior : Bila sebagian menutupi Ostium bagian belakang.
2) Plasenta Previa Lateralis Anterior : Bila menutupi Ostium bagian belakang
3) Plasenta Previa Lateralis Marginalis : Bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
2. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat
a. Plasenta Previa Totalis : Seluruh ostium ditutupi plasenta
b. Plasenta Previa Partialis : Sebagian ditutupi plasenta
c. Plasenta letak rendah : Tepi plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba
3. Menurut Browne :
a. Tingkat 1 : Lateral Placenta Previa
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
b. Tingkat 2 : Marginal Placenta Previa
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
c. Tingkat 3 : Complete Placenta Previa
Plasenta menutupi ostium waktu cervix tertutup, dan tidak menutupi waktu bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat 4 : Central Placenta Previa
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
C. Etiologi
Penyebab Plasenta Previa menurut Mochtar (1998 ) adalah sbb :
Disamping masih banyak penyebab Plasenta Previa yang belum diketahui/belum jelas, bermacam-macam teori dalam faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya :
1. Endometrium yang Inferior
2. Chorrion Leave yang persisten
3. Korpus Luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologi:
Umur dan paritas
a. Pada primigravida umur di atas 35 th lebih sering daripada umur di bawah 25 th.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c. Di Indonesia, menurut Toha, Plasenta Previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (Inferior)
Hipo plasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta
Korpus luteum beraksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
Tumor-tumor seperti mioma uteri, polip endometrium
Kadang-kadang pada mal nutrisi
D. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala Plasenta Previa menurut Syaefudin (2000) adalah sbb :
Perdarahan tanpa nyeri dengan usia gestasi diatas 22 minggu
Darah berwarna merah segar
Perdarahan dapat terjadi setelah miksi defekasi, aktivitas fisik, kontraksi braxton hicks, trauma/coitus.
E. Diagnosis
Menurut Wiknjosastro (1999) bahwa Plasenta Previa dapat ditegakkan dengan diagnosis sbb :
Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah Plasenta Previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan terutama pada multi gravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari Anamnesis, melainkan dari pemeriksaaan Hematokrit.
Pemeriksaan Luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas PAP/mengolok kesamping dan sukar didorong ke delam PAP, tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti : letak lintang/letak sungsang.
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dariostium uteri eksternum/dari kelainan servik dan vagina, seperti : erosio parsianis uteri, karsinoma parsianis uteri, polipus cervix uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya Plasenta Previa harus dicurigai.
Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio isotropi dan ultrasonografi. Nilai dragnostiknya cukup tinggi di tangan yang ahli, akan tetapi ibu dan janin pada px. radiografi dan radio isotropi masih dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini mulai di tinggalkan. Penentuan letak plasenta dengan cara ultrasonografi ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Penentuan letak plasenta secara langsung
Dapat dilakukan dengan cara meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam operasi dilakukan sbb :
a. Perabaan Fornises
Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala, sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah PAP, perlahan-lahan seluruh forrises diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. px. ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya Plasenta Previa.
b. Pemeriksaan Kanalis Servikalis
Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta.
Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersinya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
F. Pengaruh Plasenta Previa terhadap Kehamilan
Menurut mochtar ( 1998 ) bahwa pengaruh Plasenta Previa terhadap kehamilan di bagi menjadi 2, yaitu :
Pengaruh Plasenta Previa terhadap ibu
a. letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi patalogik
b. Bila pada Plasenta Previa Lateralis, ketuban pecah/dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli
c. Sering dijumpai inersia primer
d. Perdarahan
Pengaruh Plasenta Previa terhadap janin
a. Bayi lahir mati e. gawat janin
b. Persalinan prematur f. asfiksia neonatorum
c. BBLR
d. Kelainan letak janin
G. Kompilasi Plasenta Previa
Menurut Mochtar ( 1998 ) ada beberapa kompilasi yang menyertai pada Plasenta Previa yaitu:
Prolapsus tali pusat
Prolaps plasenta
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
Perdarahan post partum
Infeksi karena perdarahan yang banyak
Bayi prematur/lahir mati
H. Prognosis
Prognosis Ibu
Dahulu pada saat penanganan relatif masih bersifat konservatif, mortalitas ibu nencapai 8-10%. Sedangkan pada saat sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, mortalitas ibu jauh menurun menjadi 0,1-5%, terutama disebabkan oleh perdarahan, infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan.
Prognosis Janin
Pada saat penanganan relatif masih konservatif, mortalitas janin mencapai 50-80%. Sedangkan pada saat sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, mortalitas janin menurun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan (tindakan). (Mochtar. 1998 : 278).
I. Penanganan
Menurut Syaefudin (2000) bahwa ada beberapa tindakan penanganan Plasenta Previa, yaitu:
Therapi Ekspektatif
a. Tujuan therapi ekspektatif ialah supaya janin tidak lahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
Syarat-syarat therapi ekspektatif
1) Kelahiran Preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
2) Belum ada tanda-tanda inpartu
3) KU cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
4) Janin masih hidup
b. Rawat inap dan tirah baring
c. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, letak dan presentasi janin
d. Berikan tokolitik
1) MgSO4 dengan 1 kali dosis awal dilanjutkan 4 gr setiap 6 jam
2) Salbutamol 3 x 2 mg/hr
3) Indomethasin 3 x 25 mg oral/hr
4) Betamethason 12 mg 1 kali dosis tunggal untuk pematangan paru janin
e. Bila usia kehamilan diatas 32 minggu, plasenta masih berada disekitar astium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
f. Bila perdarahan berhenti, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan dengan pesan untuk segera kembali ke RS apabila terjadi perdarahan ulang.
Therapi Aktif
a. Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditangani tanpa memandang maturitas janin.
b. Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika :
1) Infus/tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
2) Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gr ) dan inpartu
3) Janin telah meninggal/terdapat anomali kongenital misal : anensefalli
4) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melawati PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
c. Cara menyelesaikan persalinan dengan Plasenta Previa
1) Secara Sesarea
a) Tujuan SC :
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera terkontraksi dan menghentikan perdarahan serta menghindari kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
b) Siapkan darah pengganti untuk stabilitas dan pemulihan kondisi ibu
c) Lakukan perawatan lanjutan pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan
2) Melahirkan pervaginam
a) Amniotomi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti SBR dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.
b) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade plasenta. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c) Traksi dengan cunam willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif dan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala, Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang mati dan perdarahan yang tidak aktif.