Selasa, 27 Januari 2009

Pemeriksaan Fisik

1. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah kemampuan mengobservasi secara spesifik dan sistematis terhadap seorang pasien yang dapat mengarahkan tenaga kesehatan untuk memastikan atau mengesampingkan suatu diagnosa (Capernito, 2000: 50).

2. Macam
Macam pemeriksaan fisik menurut Swartz (1995: 49) dalam Buku Ajar Diagnostik Fisik, meliputi:
Inspeksi
Inspeksi dapat memberikan informasi yang banyak sekali. Teknik yang baik memerlukan lebih dari sekedar pandangan sekilas saja. Pemeriksa harus melatih dirinya untuk melihat tubuh dengan menggunakan suatu pendekatan sistematik. Penampilan umum mencakup keadaan kesadaran dan perawatan pribadi. Apakah pasien kelihatan sehat atau sakit? Ada beberapa tanda yang dapat membantu pemeriksa. Gizi buruk, mata cekung, cekung di daerah tem­poral, dan kulit kendur berkaitan dengan penyakit kronis.
Pemeriksa harus dapat mengenali tanda-tanda utama peradangan: pembengkakan, panas, kemerahan, nyeri dan gangguan fungsi. Pembengkakan disebabkan oleh edema atau kongesti di dalam jaringan setempat. Panas merupakan sensasi yang disebabkan oleh peningkatan suplai darah ke daerah yang sakit. Kemerahan merupa­kan manifestasi peningkatan suplai darah. Nyeri sering disebabkan oleh pembengkakan yang menyebabkan pe­ningkatan tekanan pada serabut saraf. Akibat nyeri dan pembengkakan, timbul gangguan fungsi.
Varney (1997: 95) menyatakan, pemeriksaan inspeksi yang juga perlu dikaji:
(1) Kepala : Bentuk Kepala, simetris/tidak, rambut kering/tidak, kulit kepala bersih/tidak, rambut rontok/tidak, berketombe/tidak
(2) Muka : Simetris/tidak, pucat/tidak, oederma/tidak
(3) Mata : Simetris/tidak, conjungtiva pucat/tidak, sklera kuning/tidak.
(4) Hidung : Simetris/tidak, bersih/tidak, ada polip/tidak, ada epitaksis/tidak, ada secret/tidak
(5) Mulut : Simetris/tidak, bersih/ tidak, ada stomatitis/ tidak, bibir lembab/kering, ada caries/ tidak, ada epulis/tidak
(6) Telinga : Simetris/tidak, bersih/tidak, pendengaran baik/tidak, ada OMA/OMP/tidak, ada serumen/tidak
(7) Leher : ada pembesaran kelenjar tyroid/tidak, ada JVP/tidak, ada pembesaran kelenjar limfe/tidak
(8) Axila : ada pembesaran kelenjar limfe/tidak
(9) Dada : Simetris/tidak, pernafasan teratur/tidak
(10) Mammae : Simetris/tidak, ada hiperpigmentasi areola/tidak, ada pembengkakan/tidak, ada pus/tidak, ada retraksi puting susu/tidak, ada luka bekas operasi/tidak, kebersihan puting baik/tidak
(11) Abdomen : Simetris/tidak, ada linea nigra/tidak, ada striae gravida/tidak
(12) Genetalia : Bersih/ tidak, ada varises/tidak, ada oedema/tidak, ada lochea rubra / sanguinolenta / serosa / alba / purulenta, bau lochea khas / busuk, berapa kali ganti pembalut
(13) Ekstremitas : Simetris/tidak, oedema/tidak, ada varises/tidak, gerakan aktif/tidak
(14) Punggung : lordosis/kifosis/scoliosis
Palpasi
Palpasi adalah penggunaan sensasi taktil untuk menentukan ciri-ciri suatu sistem organ. Suatu massa berdenyut di abdomen mungkin merupakan suatu aneurisma abdominal. Suatu massa nyeri tekan akut di kuadran kanan atas abdomen yang turun selama inspirasi mungkin merupakan kandung empedu yang meradang. Menurut Saifudin (2002: 124), palpasi dapat digolongkan sebagai berikut
(1) Arteri Radialis : Jumlah nadi dalam satu menit
(2) Mammae : Clostrum/ASI sudah keluar/belum, ada benjolan abnormal/tidak
(3) Abdomen : Nyeri tekan/tidak, ada pembesaran hepar dan limpa/tidak, TFU 2 jari di bawah pusat/tidak, kontraksi baik/tidak
(4) Genetalia : Nyeri tekan pada perineum/tidak
(5) Ekstremitas : Ada tromboflebitis/tidak
Perkusi
Perkusi berkaitan dengan sensasi taktil dan bunyi yang dihasilkan apabila suatu pukulan keras dilakukan pada suatu daerah yang diperiksa. Ini memberikan informasi berharga mengenai struktur organ atau jaringan di bawahnya. Perbedaan sensasi dibandingkan dengan nor­mal mungkin berkaitan dengan cairan di dalam suatu daerah yang seharusnya tidak mengandung cairan. Paru-paru yang kolaps akan mengubah bunyi perkusi, sama halnya dengan massa padat di dalam perut. Perkusi bunyi pekak di garis tengah perut bawah mungkin menunjukkan kandung kemih yang terdistensi. Adapun yang dikaji:
(1) Abdomen : kembung/tidak, ada ascietes/tidak
(2) Reflek Patella : positif/negatif (Saifudin, 2002: 124)
Auskultasi
Auskultasi mencakup mendengarkan bunyi yang di­hasilkan oleh organ dalam. Teknik ini memberikan informasi mengenai patofisiologi suatu organ. Pemeriksa dianjurkan untuk belajar sebanyak mungkin dari teknik-teknik lain sebelum menggunakan stetoskop. Alat ini se­harusnya memperkuat tanda-tanda yang diperoleh dari teknik-teknik lain. Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan auskultasi adalah:
(1) Dada : ada denyut jantung/tidak, ada bising mur mur/tidak, ada suara wheezing/tidak
(2) Abdomen : ada bising usus/tidak
(3) Arteri Brachialis : systole dan diastole pada pemeriksaan tekanan darah

Kebutuhan Ibu Nifas

Kebutuhan ibu nifas (Mochtar, 1998: 116 ) meliputi:
a. Mobilisasi: karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke- 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
b. Diet: makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Miksi: hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang- kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m. sphincter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
d. Defekasi: buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
e. Perawatan payudara (mamma): perawatan mamma telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara:
(1) Pembalutan mamma sampai tertekan
(2) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel. Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
f. Laktasi: Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu:
(1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah
(2) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum. berwarna kuning-putih susu.
(3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, di mana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
(4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Di samping ilu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan,
Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise. Produksi air susu ibu (ASI) akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna. Di samping ASI meru­pakan makanan utama bayi yang tidak ada bandingannya, menyusukan bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya. Air susu ibu adalah untuk anak ibu. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar (rooming in) atau pada tempat yang terpisah. Keuntungan rooming in:
(1) mudah menyusukan bayi,
(2) setiap saat selalu ada kontak antara ibu dan bayi dan
(3) sedini mungkin ibu telah belajar mengurus bayinya.
g. Cuti hamil dan bersalin: menurut undang-undang, bagi wanita pekerja berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan, yaitu 1 bulan sebelum bersalin ditambah 2 bulan setelah persalinan.

Rooming in

Rawat gabung atau rooming in ialah suatu sistem perawatan di mana bayi serta ibu dirawat dalam satu unit. Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu berada di samping ibu sejak segera setelah dilahirkan sampai pulang. Ini bukan suatu yang baru. Di Indonesia persalinan 80% terjadi di rumah dan bayinya langsung dirawat gabung. Untuk persalinan di rumah sakit terdapat modifikasi dalam praktek bahwa pada saat kunjungan bayi ditempatkan dalam suatu station bayi agar tidak ada kontaminasi dengan pengunjung. Station bayi dibuat dengan dinding kaca agar pengunjung dapat melihat bayi (Wiknjosastro, 2002: 266)
Tujuan rawat gabung :
a. Bantuan emosional. Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang bahagia bila dekat dengan bayi. Si ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangis bayi, mencium-cium dan memperhatikan bayinya yang tidur di sampingnya. Hubungan kedua makhluk mi sangat penting untuk saling mengenal terutama pada hari-hari pertama setelah persalinan. Bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayang ibu (handing effect).
b. Penggunaan Air Susu Ibu. ASI adalah makanan bayi yang terbaik. Produksi ASI akan lebih cepat dan lebih banyak bila dirangsang sedini mungkin dengan cara menetekkan sejak bayi lahir hingga selama mungkin. Pada hari-hari pertama, yang keluar adalah colostrum yang jumlahnya sedikit. Tidak perlu khawatir bahwa bayi akan kurang minum, karena bayi harus kehilangan cairan pada hari-hari pertama dan absorpsi usus juga sangat terbatas.
c. Pencegahan infeksi. Pada tempat perawatan bayi di mana banyak bayi disatukan, infeksi silang sulit dihindari. Dengan rawat gabung, lebih mudah mencegah infeksi silang. Bayi yang melekat pada kulit si ibu akan memperoleh transfer antibodi dari si ibu. Kolostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan kulit dan saluran pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi sehmgga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan ini akan mencegah infeksi, terutama pada diare.
d. Pendidikan kesehatan. Kesempatan melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara. Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara dan nasihat makanan yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan si ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi dan merawat sendiri akan mempercepat mobilisasi, sehingga si ibu akan lebih cepat pulih dari persalinan.
Sebagai pedoman penatalaksanaan rawat gabung telah disusun tata kerja sebagai berikut:
Di poliklinik Kebidanan: memberikan penyuluhan mengenai kebaikan ASI dan rawat gabung; memberikan penyuluhan mengenai perawatan payudara, makanan ibu hamil, nifas, perawatan bayi dan lain-lain; mendemonstrasikan pemutaran film, slide mengenai cara-cara merawat payudara, memandikan bayi, merawat talipusat, Keluarga Berencana dan sebagainya; mengadakan ceramah, tanya jawab dan motivasi Keluarga Berencana; menyelenggarakan senam hamil dan nifas; membantu ibu-ibu yang mempunyai masalah-masalah dalam hal kesehatan ibu dan anak sesuai dengan kemampuan; membuat laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung, aktivitas, hambatan dan lain-lain.
Di kamar bersalin: bayi yang memenuhi syarat perawatan bergabung dilakukan perawatan bayi baru lahir seperti biasa. Adapun kriteria yang diambil sebagai syarat untuk dapat dirawat bersama ibunya ialah: — nilai Apgar lebih dari 7; berat badan lebih dari 2500, kurang dari 4000 gram; masa kehamilan lebih dari 36 minggu, kurang dari 42 minggu; lahir spontan presentasi kepala; tanpa infeksi intrapartum; ibu sehat. Dalam jam pertama setelah lahir, bayi segera disusukan kepada ibunya untuk merangsang pengeluaran ASI; memberikan penyuluhan mengenai ASI dan perawat­an gabung terutama bagi yang belum mendapat penyuluhan di poliklinik; mengisi status P3-ASI secara lengkap dan benar. Catat pada lembaran pengawasan, jam berapa bayi baru lahir dan jam berapa bayi disusukan kepada ibunya; persiapan agar ibu dan bayinya dapat bersama-sama ke ruangan.
Di ruang perawatan: bayi diletakkan di dalam tempat tidur bayi yang ditempatkan di samping tempat tidur ibu. Pada waktu berkunjung bayi dan tempat tidurnya dipindahkan ke ruangan lain; perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat dikenali keadaan-keadaan yang tidak normal serta kemudian melaporkan kepada dokter jaga; bayi boleh menyusu sewaktu ia menginginkan; bayi tidak boleh diberi susu dari botol. Bila ASI masih kurang, boleh menambahkan air putih atau susu formula dengan sendok; ibu harus dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik, juga untuk merawat payudaranya; keadaan bayi sehari-hari dicatat dalam status P3-ASI; bila bayi sakit/perlu observasi lebih teliti, bayi dipindahkan ke ruang perawatan bayi baru lahir; bila ibu dan bayi boleh pulang, sekali lagi diberi penerangan tentang cara-cara merawat bayi dan pemberian ASI serta perawatan payudara dan makanan ibu menyusui. Kepada ibu diberikan leaflet mengenai hal tersebut dan dipesan untuk memeriksakan bayinya 2 minggu kemudian; status P3-ASI setelah dilengkapi, dikembalikan ke ruangan follow up.
Di ruang follow-up: pemeriksaan di ruangan follow up meliputi pemeriksaan bayi dan keadaan ASI. Aktivitas-aktivitas di ruangan follow up meliputi menimbang berat bayi; anamnesis mengenai makanan bayi yang diberikan dan keluhan yang timbul; mengecek keadaan ASI; memberi nasihat mengenai makanan bayi, cara menyusukan bayi dan makanan ibu yang menyusukan; memberikan peraturan makanan bayi; pemeriksaan bayi oleh dokter bagian anak; pemberian imunisasi menurm instruksi dokter.
Pada prinsipnya syarat rawat gabung (Wiknjosastro, 2002: 268), adalah di mana si ibu mampu menyusui dan si bayi mampu untuk menyusu. Kemampuan si ibu untuk menyusui dimulai dengan keinginan atau kesediaan yang berupa motivasi si ibu sendiri untuk menyusui. Di sinilah pentingnya motivasi diberikan sejak awal kehamilan. Keadaan ibu yang sehat selalu memungkinkan si ibu untuk menyusui.
Dari pihak si bayi kemampuan menyusui dinilai dan fungsi kardiorespiratorik, refleks mengisap dan fungsi neurologik yang baik. Penolong persalinan harus cukup terlatih untuk menilai apakah ibu dan bayi mampu menyusui segera setelah proses persalinan. Apabila ibu dan bayi baik, secepat mungkin bayi diberikan pada ibu dan mulai menyusui. Apabila diperlukan observasi hal ini tentu dapat dilakukan dan setelah ibu dan bayi sudah menjadi lebih baik keadaan umumnya harus segera digabung dan mulai menyusui.
Kontra indikasi:
Pihak ibu
a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik. Pasien penyakit jantung kelas II dianjurkan untuk sementara tidak menyusui sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan menyusui. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati.
b. Eklampsia dan preeklampsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan untuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga sementara ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi.
c. Penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusui. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusui atau tidak.
d. Karsinoma payudara. Pasien dengan karsinoma payudara harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui ditakutkan adanya sel-sel karsinoma yang terminum si bayi.
e. Psikosis: tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi.
Pihak bayi
a. Bayi kejang, Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusui. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusui. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu.
b. Bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tentu tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.
c. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus. Selama observasi rawat gabung tak dapat dilaksanakan. Setelah keadaan membaik tentu dapat dirawat gabung. Ini yang disebut Rawat Gabung tidak langsung.
d. Very Low Birth Weight (Berat Badan Lahir Sangat Rendah), Refleks mengisap dan refleks lain pada VLBW belum baik sehingga tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.
e. Cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskisis, palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusui.
f. Kelainan metabolik di mana bayi tidak dapat menerima ASI.