Jumat, 06 Februari 2009

Ekstrak Daun Jambu Biji

Ekstrak Daun Jambu Biji Berpotensi Sembuhkan Demam Berdarah
DAUN jambu biji tua ternyata mengandung berbagai macam komponen yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit demam berdarah dengue (DBD). Kelompok senyawa tanin dan flavonoid yang dinyatakan sebagai quersetin dalam ekstrak daun jambu biji dapat menghambat aktivitas enzim reverse trancriptase yang berarti menghambat pertumbuhan virus berinti RNA.
Demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, yang sejak 2003 meneliti ekstrak daun jambu biji untuk pengobatan DBD. Pada tahap awal penelitian dimulai dengan pengujian preklinik. Hasil penelitian dipaparkan oleh Kepala Badan POM Drs Sampurno MBA di Jakarta, Rabu (10/3).
Ide penelitian berasal dari Badan POM dan mereka menunjuk Dr Drs Suprapto Ma’at MS. apoteker dari Patologi FK Unair untuk meneliti daun jambu biji.
Seperti diketahui, DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan angka kematian dan kesakitan yang cukup tinggi. Sampai saat ini pengobatan DBD masih bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.
Pada tahap awal dilakukan penelitian preklinik di FK Unair yang menggunakan hewan model mencit dengan pemberian oral ekstrak daun jambu biji terbukti dapat menurunkan permeabilitas pembuluh darah. Pada penelitian tersebut dilaporkan juga bahwa ekstrak daun jambu biji terbukti dapat meningkatkan jumlah sel hemopoetik terutama megakriosit pada preparat dan kultur sumsum tulang mencit. Pada uji keamanan (toksisitas) ekstrak daun jambu biji termasuk zat yang praktis tidak toksik.
Hambat virus dengue
Daun jambu biji memang mengandung berbagai macam komponen. Berkaitan dengan itu telah dilakukan uji invitro ekstrak daun jambu biji di mana ekstrak tersebut terbukti dapat menghambat pertumbuhan virus dengue. Kelak setelah dilakukan penelitian lebih lanjut diharapkan ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai obat anti virus dengue.
Juga telah dilakukan uji awal berupa penelitian open label di beberapa rumah sakit di Jawa Timur (RS Jombang dan RS Petrokimia Gresik) pada penderita DBD dewasa dan anak-anak.
"Hasil penelitian dibagi-bagikan ke RS Jombang dalam bentuk 30 kapsul dan 30 sirup, lalu RS Petrokimia Gresik 20 kapsul dan 20 sirup. Ada yang sukarela mau mencoba," kata Suprapto.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji dapat mempercepat peningkatan jumlah trombosit tanpa disertai efek samping yang berarti, misalnya sembelit. Penelitian open label ini masih perlu dilanjutkan dengan uji klinik untuk membuktikan khasiat dengan evidence based yang lebih kuat.
Pengamatan lain yang sedang dikerjakan dalam penelitian ini adalah pengaruh pemberian ekstrak daun jambu biji terhadap sekresi GM-CSF dan IL-11 untuk mengetahui mekanisme kerjanya pada trombopoiesis. Juga terhadap aktivitas sistem komplemen dan sekresi TNF-Alfa olehmonosit dalam hubungannya dengan mekanisme penurunan permeabilitas pembuluh darah.
Pada tahun 2004 akan dilakukan uji klinik di RSUD Dr Soetomo Surabaya/FK Unair, yang akan dipimpin oleh Prof Dr dr Sugeng Sugijanto DSA yang dibantu dr M Nasirudin dengan Dr Ugrasena untuk pasien DBD anak dan Prof dr Edy Soewandojo SpPD untuk pasien DBD dewasa.
Badan POM dalam waktu dekat juga akan melakukan kajian-kajian intensif dengan para pakar untuk mendukung tata laksana yang sekarang ini ada. Sampurno optimis karena daun jambu biji bahan bakunya sangat mudah diperoleh dan proses teknologinya sederhana. (LOK)

Cerpen 7

MUDIK


6 0ktober 2007
Aku memegangi gada-gada bambu dari terpaan angin. Sementara ayah membantuku dengan tali temalinya dan kain putih seukuran 4 x 5 meter agar warung tenda kami dapat berdiri tegak. Tak urung kulihat keringat bercucuran dan raut letih di wajahnya yang kian keriput. Ada sedikit sesal menyusup dalam benak. Bukan karena aku tak bisa seperti teman-temanku dengan baju, sepatu dan segala sesuatu yang serba baru di Idul Fitri yang tinggal menghitung hari. Melainkan karena aku tak mampu berbuat lebih untuk menolong ekonomi keluargaku.
Sempat ada pikiran untuk putus sekolah. Maksudku baik, untuk mengurangi beban ortu tapi ayah justru memarahiku. Menurutnya, apapun yang terjadi aku harus menyelesaikan studiku minimal sampai di jenjang SMA. Ayah tak mau aku hidup susah seperti dirinya yang SD saja tak tamat. Dan setidaknya aku berusaha memahami keinginannya.
Seperti kata banyak orang, Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Di sinilah aku dan keluargaku mengais rejeki tambahan. Mulai dari berjualan es kelapa muda sampai akhirnya kami mulai mendirikan tenda sejak H-7 menjelang lebaran. Tidak hanya kami yang melakukannya. Hingga sepanjang trotoar jalur pantura Brebes-Tegal tampak berjajar puluhan tenda yang menawarkan makanan maupun minuman. Bisa jadi itu sudah merupakan suatu tradisi dari tahun ke tahun dan dikenal dengan istilah warung tiban. Seperti halnya mudik yang tak dapat terlepas dari perayaan Idul Fitri.
***
10 Oktober 2007
Beberapa hari terakhir warung kami sepi. Nyaris tak ada pembeli meski seharusnya ini adalah puncak dari arus mudik. Aku tidak tahu, apa ini memang belum rejeki kami. Tapi kami tidak menyerah begitu saja. Masih ada dua hari sebelum lebaran. Setidaknya kami ingin mendapat sedikit uang untuk membeli sekilo ayam sebagai pendamping ketupat Sabtu nanti.
Tenda tetap kami dirikan. Aku bahkan rela menunggui warung ini dari pagi sampai malam bersama ayah dan adik laki-lakiku selama liburan sekolah. Untungnya adikku juga mengerti keadaan kami yang jauh dari berkecukupan dan dia tak banyak menuntut. Bukan hanya itu, kalaupun kali ini kami kurang beruntung, mungkin kami akan terus membuka warung tiban usai hari kemenangan. Siapa tahu arus balik akan mendatangkan rejeki bagi kami.
Senja telah datang. Meski langit mulai menebarkan bias jingga kemerahan, lalu lintas tak bisa dibilang lengang. Aku memperhatikan kendaraan satu persatu seraya berdoa dalam hati agar ada yang sudi mampir walau hanya untuk sepiring nasi. Namun yang kudapat hanya kepulan asap knalpot, hitam dan sesak.
Sayup-sayup adzan maghrib berkumandang. Aku melenguh setengah putus asa dan ayah tersenyum mencoba menyemangatiku sebelum ia dan adik akhirnya pamit pulang untuk sholat. Tak berapa lama kemudian terdengar deru motor melambat. Aku nyaris melompat kegirangan dan bergegas keluar, menyambut pembeli pertamaku hari itu.
“Sore, silakan mampir di tenda kami,” sapaku seramah mungkin.
Seorang lelaki muda yang sepertinya anak kuliahan turun dari motor bututnya yang super jelek, “Oh, tentu,” dia mendongak dan tampak mukanya berlepotan oleh debu tebal.
“Mari, Mas,” kataku lagi.
Pemuda itu mengikuti dan naik ke trotoar, duduk lesehan di atas tikar.
“Mau minum apa?”
Dan yang ditanya cuma garuk-garuk kepala, “Hari ini saya puasa,” gumamnya setelah berapa lama dan ia pun melanjutkan dengan nada malu, “Boleh saya minta segelas air untuk buka? Jujur, saya kehabisan ongkos dan sekarang saya tak ada uang sama sekali.”
Aku diam sebengong-bengongnya. Harapan untuk mendapatkan uang pupus sudah. Sekali pikiran jahat merasukiku, ‘Sial! Bukannya untung malah buntung’. Namun berikutnya terbersit rasa tak tega pada cowok itu. Setidaknya aku masih sedikit beruntung dan bisa buka puasa walau dengan lauk seadanya.
“Please?” pintanya memelas, “Segelas air putih juga nggak papa.”
Aku mematung. Iba itu kian berkecamuk dan tanpa sadar aku mengiyakan. Dengan perasaan aneh aku mengambil gelas dan mengisinya dengan teh dan es. Aku mengerling, mencuri-curi pandang. Pemuda itu meluruskan kakinya, setengah bersandar di tiang bambu. Matanya terpejam dalam desahan panjang. Terlihat ekspresi kelelahan yang terpancar jelas dari wajahnya. Entah kenapa kurasakan desir aneh yang tiba-tiba menggetarkan hatiku.
“Maaf, cuma ini yang bisa aku kasih. Es teh tanpa gula.”
“Makasih banyak ya. Ini udah lebih dari cukup,” ujarnya tersenyum lemah dan ia menenggak habis minumannya dalam hitungan detik seperti orang kehausan di padang pasir.
Aku melirik motor butut yang terparkir di luar. B, plat nomor Jakarta, “Mau mudik kemana nih?” tanyaku memecah keheningan.
“Jepara.”
Kemudian yang tertinggal hanya kebisuan yang amat janggal.
“Udah makan belum?”tanyaku dengan ketegangan yang sama. Cowok itu mendongak keheranan.
“Saya kan nggak punya uang.”
“Nggak papa. Lagian udah malam. Belum tentu juga nanti ada yang mau mampir ke sini.”
“Tapi—”
“Udah, anggap aja ini promosi. Siapa tau kamu bisa jadi penglaris warungku.”
“Bener nih?”
“Iya. Aku bakal berdosa banget biarin orang kelaparan setelah puasa seharian sementara di sini masih ada yang bisa dimakan.”
“Thanks,” pemuda itu mengangguk dan aku segera bangkit sebelum dilihatnya pipiku yang telah merona.
‘Setidaknya makanan ini takkan terbuang sia-sia. Begini lebih baik, kan jadi tidak mubadzir. Lagipula tidak ada salahnya bersedekah.’ batinku penuh kelegaan yang luar biasa.
“Sekali lagi makasih ya. Lain kali kalau kita ketemu, pasti semuanya aku bayar.”
Aku termenung. Mungkinkah akan ada lain kali? Dan hati kecil ini setengah berharap.
***
12 Oktober 2007
Bagi sebagian umat, ada yang meyakini 1 Syawal jatuh pada hari ini. Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Namun bagi masyarakat awam sepertiku, mungkin aku akan ‘ngikut’ keputusan pemerintah. Dan sekarang ini giliran adikku dan ibu untuk jaga warung. Sementara aku membonceng sepeda ayah ke pasar demi membeli keperluan dagangan dan beberapa ikat sayur mayur untuk menu besok.
Mentari mulai naik sampai terik di puncak kepala. Udara di sekitarku seakan kian gersang akibat polusi yang meningkat karena arus mudik. Lalu lintas demikian sesak dan padat merayap. Ditambah masa prebegan dan adanya pasar tumpah di kawasan Bangjo (perempatan lampu abang ijo). Semua itu harus membuatku menahan nafas berat.
Mudik! Mudik! Mudik!
Brebes, kotaku yang jarang terjamah keramaian, mendadak populer karena terletak di jalur pantura. Brebesku yang adem ayem pun menjadi hiruk pikuk dan macet berkepanjangan sampai puluhan kilometer layaknya kota metropolitan. Aku tak tahu apakah harus senang ataukah susah dengan keadaan ini. Kemacetan yang hanya terjadi menjelang dan usai lebaran cukup membuat kepala pening. Tapi karena mudik ini aku bisa membantu ayah berjualan di pinggir jalan. Dan karena mudik juga, aku bertemu pemuda yang entah siapa namanya ...
***
13 Oktober 2007
Suka cita kusambut Idul Fitri meski dengan segala keterbatasan ekonomi. Aku tak peduli kalaupun harus merayakannya di rumah sederhana ini dengan ketupat dan sayur lodeh, tanpa opor ayam atau makanan mewah lainnya. Namun banyak hal yang bisa aku syukuri tahun ini. Puasaku selesai dan yang paling penting, aku dapat berkumpul dengan keluargaku, lengkap dalam keadaan sehat walafiat. Mau disadari atau tidak, Ramadhan kali ini aku melihat beberapa umat dipanggil oleh Yang Maha Kuasa dan tak bisa lagi bertemu hari besar ini, ada pula yang terbaring di rumah sakit, ada juga yang kecelakaan ketika akan ke kampung halaman. Kalau sudah begitu apa artinya baju dan sepatu baru? Tak lebih berharga dari keluarga yang utuh dan berbahagia.
***
14 Oktober 2007
Hari kedua aku kembali mendirikan tenda bersama ayah. Sepi! Jangankan ada pembeli, kota ini serasa mati …
***
15 Oktober 2007
Tidak seperti kemarin. Sekarang arus balik mulai ramai. Kendaraan dari timur ke arah Jakarta terlihat cukup berarti walau belum terlalu banyak. Munkin ada yang berusaha menghindari kemacetan pada puncak arus balik yang diperkirakan terjadi beberapa hari ke depan. Tapi apalah artinya nilai kuantitas karena tidak semua pemudik singgah di tenda ini.
Langit mendung dan angin sedikit bertiup. Aku duduk di trotoar, membisu dengan kesendirianku. Cukup bagiku menatap kendaraan yang berlalu lalang. Di belakang, ayah masih sibuk menyiapkan beberapa menu jikalau ada yang mau singgah.
Sesuatu membuyarkan lamunanku. Ku dengar deru mobil yang melambat dan sedan hitam itu berhenti tepat di depanku. Perlahan aku bangkit, menyambutnya dengan gembira. Bagiku pembeli berarti rejeki. Pintu mobil terbuka disusul sosok-sosok perlente dengan busana muslim yang terlihat mahal.
“Selamat siang. Mari silakan,” sapaku beramah tamah dan seorang laki-laki muda menghampiriku. Aku masih saja tertunduk, agak kaget. Biasanya hanya pengemudi sepeda motor yang menyempatkan diri untuk makan di warung kami.
“Ya,” kata laki-laki itu dengan anggukan kepala. Mata elangnya bersinar dan dia sungguh sangat tampan, membuatku tak punya nyali untuk menatapnya, “Saya Reno dan saya sengaja kemari untuk memenuhi janji saya tempo dulu.”
Janji?
Aku masih terpaku, tak tahu apa maksudnya sampai ayah tergopoh-gopoh datang menyongsong.
“Silakan duduk, mau pesan apa?” tanya ayah tiba-tiba.
Seorang lelaki paruh baya berdehem, “Begini, Pak—sebenarnya saya atas nama Reno, anak saya, ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya atas kebaikan putri bapak,” sambungnya.
Ayah langsung memandangku penuh tanda tanya, “Ehm maaf—jujur saya nggak ngerti,” gumamku sama bingungnya.
“Saya yang beberapa hari lalu minta air pada Mbak untuk buka puasa. Dan Mbak juga menawari saya makan.”
Aku terhenyak. Segala sesuatu mendadak berputar di otakku layaknya gangsing.
Jadi pemuda dekil dengan motor butut yang waktu itu ternyata anak gedongan. Pikirku nyaris tak percaya. Kok bisa?
Aku menengadah, mencoba melihatnya lebih jelas. Memang benar! Dia mirip sekali dengan cowok itu. Cowok yang sempat membuatku berbunga-bunga. Dia cowok yang sama dengan pemuda kumal yang kelelahan dalam perjalanan mudik hingga berhenti di tendaku. Dan aku kembali merasakan gejolak aneh yang tak bisa kujelaskan.
“Bukan cuma itu, Reno juga bilang kalau masakan di sini enak sekali,” ungkap wanita berjilbab yang kelihatan lebih muda dari umur sebenarnya.
“Rencananya bulan depan Papa saya akan membuka Café di salah satu Mall di Tegal,” lanjut Reno, “Kami benar-benar membutuhkan koki yang handal. Dan saya percaya pada Bapak dan putri bapak. Itu juga kalau Bapak sekeluarga tidak keberatan.”
Jadi koki? Di Café?
Aku dan ayah saling berpandangan.
“Ten—tentu! Saya bersedia dan keluarga saya juga pasti nggak akan keberatan,” seru ayah bersemangat.
Reno dan orang tuanya tersenyum lega sementara aku belum bisa berkata-kata. Apa yang terjadi beberapa menit terakhir merupakan kejutan luar biasa yang sulit ku cerna.
“Lagipula saya yakin, Bapak akan bisa memenuhi selera masyarakat kota ini,” kata Papa Reno lagi.
“Sa—saya nggak tahu gimana membalas anugerah ini,” ucapku tergagap masih dengan mengheningkan cipta, “Tapi saya sungguh sangat berterima kasih.”
Reno tersenyum lebar dan menjabat tanganku. Sentuhan kecil itu menimbulkan ledakan luar biasa di relung hatiku. Tanpa sadar air mata bahagia menghalangi pandanganku. Mimpi apa aku semalam? Dapat rejeki sebesar ini. Bekerja di tempat elit seperti Café? Membayangkannya pun aku tak pernah. Dan kurasa kerja sama kecil ini akan lebih sering mempertemukanku dengan Reno. Tapi pantaskah aku mencintainya? Seperti pungguk yang merindukan bulan …

Anemia dalam Kehamilan

a. Definisi
Anemia secara umum adalah turunnya kadar hemoglobin kurang dari 12 gram persen pada wanita tidak hamil dan kurang dari 10 gram persen pada wanita hamil (Manuaba I.B.G, 2002: 51). Anemia adalah suatu keadaan dimana eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagai akibatnya anemia lazim terjadi dan biasanya terjadi oleh defisiensi zat besi sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya atau masukan besi yang tidak adekuat (Tabel B, 2001: 84).
Ibu hamil dikatakan anemia apabila kadar hemoglobin 11 gram persen pada trimester 1 dan 3 atau kurang dari 10,5 gram persen pada trimester 2 (JNPKKR-POGI, 2002: 281).
Anemia yang terkait dengan kehamilan adalah anemia defisiensi zat besi yaitu anemia yang disebabkan oleh karena kekurangn zat besi dalam darah, merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah bahkan murah (Manuaba I.B.G, 1998: 29).
Anemia dalam kehamilan menyebabkan ibu hamil mengalami hipoksia yang dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan (Prawirohardjo S, 2002: 450). Karena itulah anemia memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan (Manuaba I.B.G, 1998: 40).
b. Etiologi
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1) Komponen (bahan) yang berasal dari makanan, terdiri dari :
a) Protein, glukosa dan lemak
b) Vitamin B 12, B6, asam folat dan Vitamin C
c) Elemen dasar : Fe, ions Cu, Zink
2) Sumber pembentukan tulang
Tulang sumsum
3) Kemampuan reabsorpsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan
4) Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah merah yang sudah tua dibenarkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel baru.
5) Terjadinya perdarahan kronik (menahun)
a) Gangguan menstruasi
b) Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks dan penyakit darah
c) Parasit dalam usus
(Manuaba I.B.G, 1998: 30)
c. Patofisiologi
Pada saat kehamilan keperluan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan (huperemia/ hipervolumia) akan tetapi pertambahan sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan pertambahan tersebut adalah plasma (30%), sel darah (18%) dan hemoglobin (19%) (Prawirohardjo S, 2002: 448).
Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Manuaba I.B.G, 1998: 29).
d. Klasifikasi
Pembagian anemia secara garis besar dibagi menjadi :
1) Anemia dengan defisiensi besi :
Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi.
Anemia defisiensi zat besi mencerminkan kemampuan sosial ekonomi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam jumlah dan kualitas makanan yang memadai (Manuaba I.B.G, 2001: 51).
2) Anemia megaloblastik
Yaitu anemia yang disebabkan karena difisiensi asam folik (pterolgylutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin).
3) Anemia hipoplastik
Yaitu anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
4) Anemia hemolitik
Yaitu anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya (Prawirohardjo S, 2002: 453).
e. Penilaian Klinik menurut Manuaba I.B.G, 2001 dan Dinkes RI, 2001.
1) Tanda dan gejala
Pada anemia tanda dan gejala yang muncul dapat dibedakan menjadi :
a) Anemia ringan meliputi :
(1) Pusing, cepat lelah
(2) Prestasi kerja menurun
b) Anemia sedang meliputi :
(1) Tampak anemia
(2) Pusing-pusing
(3) Nyeri dada
(4) Sukar bernafas (Manuaba I.B.G, 2001: 51)
c) Anemia berat meliputi :
(1) Wajah pucat
(2) Cepat lelah
(3) Kuku pucat kebiruan
(4) Kelopak mata sangat pucat (Dinkes RI, 2001: 30)
2) Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengna anamnesa. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan hemoglobin dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut :
a) Kadar hemoglobin (11 gram%) tiadak anemia
b) Kadar hemoglobin (9-10 gram%) anemia ringan
c) Kadar hemoglobin (7-8 gram%) anemia sedang
d) Kadar hemoglobin (< 7 gram%) anemia berat
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dilakukan selama 2 kali selama hamil, yaitu 1 kali trimester 1 dan 1 kali pada trimester 3 (Manuaba I.B.G, 1998: 30).
f. Pengaruh Anemia pada Kehamilan dan Janin
1) Pengaruh terhadap kehamilan
a) Hamil muda (trimester I)
(1) Abortus
(2) Missed abortus
(3) Kelainan konginetal
b) Trimester 2
(1) Persalinan prematur
(2) Perdarahan antepartum
(3) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
(4) Asfiksia intrauterine sampai kematian
(5) Berat Badan Lahir Rendah
(6) Gestosis dan mudah terkena infeksi
(7) IQ rendah
(8) Dekompensasio kodis-kematan ibu
c) Saat persalinan
(1) Gangguan his primer dan sekunder
(2) Janin lahir dengan anemia
(3) Persalinan dengan tindakan tinggi
Meliputi : (a) Ibu cepat lelah
(b) Gangguan perjalanan persalinan perlu
tindakan operatif.
d) Masa nifas
(1) Atonia uteri menyebabkan perdarahan
(2) Retensio plasenta
(3) Perlukaan sukar sembuh
(4) Mudah terjadi febris puerperalis
(5) Gangguan involusi uteri
(6) Kematian ibu tinggi
Meliputi : - Perdarahan
- Infeksi puerperalis
- Gestosis
(Manuaba I.B.G, 2001: 52-52).
2) Pengaruh terhadap janin
Pengaruh anemia terhadap janin, meliputi :
a) Abortus
b) Terjadi kematian intrauterine
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat Badan Lahir Rendah
e) Kelahiran dengan anemia
f) Dapat terjadi cacat bawaan
g) Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
h) Intelegensia rendah (Manuaba I.B.G, 1998: 32).
g. Penatalaksanaan
1) Anemia Zat Besi
Terapi oral lebih disukai, biasanya tablet ferosulfat 225 mg 2x1 sehari. Setiap tablet memberikan unsur besi 65 mg. Respon retikulosit harus diperhatikan dalam 1 minggu serta hematokrit dan hemoglobin harus mulai meningkat segera setelah itu. Pentingnya meneruskan terapi harus ditekankan, karena cadangan besi sumsum tulang harus diisi lagi.
Terapi besi parental dapat diindikasikan bila ada defisiensi besi berat dan pasien tidak dapat mentoleransi besi orang atau bila diperlukan restorasi hemoglobin yang cepat kira-kira 250 mg dekstran besi (imferon) diperlukan untuk setiap 1,0 g/100 ml kekurangan dalam konsentrasi hemoglobin (Ben­_Zion Taber, M.D: 89).
2) Anemia Megaloblastik
Asam folat 1 mg per oral sekali sehari, biasanya menghasilkan retikulositosis yang mencolok (striking) dalam empat atau lima hari. Tambahan besi harus diberikan sebab sintesis hemoglobin yang cepat membutuhkan besi tambahan (Ben­_Zion Taber, M.D: 89).
3) Anemia Hipolastik
Selama kehamilan tidak diperlukan untuk menaikkan kadar hemoglobin pasien di atas kadar yang biasanya selama tidak hamil (sering dalam rentang 79/100 ml). Selama persalinan dan kelahiran, tranfusi eritrosit padat (packed red cell) mungkin diperlukan. Tambahkan asam folat 1 mg sehari dianjurkan, tetapi tambahan besi biasanya tidak dibutuhkan, terapi oksigen harus diberikan selama ada peningkatan kebutuhan oksigen.
4) Anemia Hemolitik
Bila mungkin, agen hemolitik (darah tak cocok, toksin kimia atau bakteri) harus disingkirkan (Ben­_Zion Taber, M.D, 2001: 89).

Kehamilan Normal

a. Definisi
- Kehamilan : Suatu masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin (Maternal dan Neonatal, 2002: 22).
- Kehamilan : Pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai persalinan (Manuaba, 1998: 32).
- Kehamilan : Suatu masa yang dimulai dari ovulasi sampai persalinan yang lamanya kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).
b. Klasifikasi
Kehamilan dibagi menjadi 3 bagian :
1) Kehamilan trimestar I (0 – 12 minggu)
2) Kehamilan trimester II (13 – 27 minggu)
3) Kehamilan trimester III (28 – 40 minggu)
c. Proses Kehamilan
Kehamilan terjadi karena adanya persetubuhan antara wanita dan pria, dimana wanita tersebut dalam masa subur (ovulasi) dan pria mengeluarkan spermatozoa yang dapat membuahi sel telur kemudian berimplantasi dan tertanam di dinding endometrium, suatu proses kehamilan akan terjadi bila terdapat aspek penting, yaitu :
- Ovum/ovulasi
- Spermatozoa
- Konsepsi
- Nidasi
- Placentasi
1) Ovulasi
Ovulasi adalah pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur yang berlangsung 20-35 tahun hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi. Ovum adalah sel besar yang terdiri dari nukleus dan vitellus dilingkari oleh zona pellusida dan dilapisi oleh corona radiata.
Urutan pertumbuhan (oogenesis) :
a) Oogenia
b) Oosit pertama
c) Primary ovarium follicle
d) Uquor follicle
e) Pematangan pertama ovum
f) Pematangan kedua ovum pada waktu sperma membuahi ovum
2) Spermatozoa
Spermatozoa berbentuk seperti kecebong yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Kepala : Berbentuk lonjong agak gepeng yang mengandung inti
b) Leher : Penghubung antara kepala dan leher.
c) Ekor : Panjang sekitar 10 x kepala
Urutan pertumbuhan sperma (spermatogenesis) :
a) Spermatogonium membelah menjadi 2
b) Spermatosid pertama membelah 2
c) Spermatosid kedua membelah 2
d) Spermatid kemudian tumbuh
e) Spermatozoon (sperma)
3) Konsepsi
Pembuahan adalah suatu peristiwa pertemuan antara sperma dengan ovum yang terjadi di ampula tuba, pada hari ke 11-14 dalam siklus menstruasi. Wanita mengalami ovulasi yaitu peristiwa matangnya sel telur sehingga siap dibuahi bila saat itu dilakukan koitus, sperma yang mengandung <> 32 minggu ® keluhan sesak napas karena uterus mendesak isi abdomen ® diafragma.
- Kebutuhan O2 ­ 20% ® nafas dalam.
10) Kulit
Terdapat pigmentasi pada kulit karena pengaruh MSH yang meningkat.
i. Penatalaksanaan
1) Kebijakan program
- Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4x dalam kehamilan.
Trimester I (0-12 minggu) : 1 x
Trimester II (13-27 minggu) : 1x
Trimester III (28-40 minggu) : 2 x
- Pelayanan/ asuhan standar minimal, termask “TT”.
a) (Timbang) berat badan
b) Ukur (tekanan) darah
c) Ukur (tinggi) fundus uteri
d) Pemberian imunisasi (tetanus toksoid) TT lengkap
e) Pemberian tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan.
f) Tes terhadap PMS
2) Kebijakan teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
a) Mengupayakan kehamilan yang sehat
b) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan.
c) Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
d) Perencanaan antisipasif dan persiapan diri untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi.
3) Kunjungan Awal
Langkah/ tugas bidan dalam asuhan kunjungan awal :
a) Menyambut ibu : perkenalan, tanya nama dan usia
b) Anamnesa : riwayat kehamilan, kesehatan, sosek.
c) Pemeriksaan fisik : Inspeksi, palpasi, auskultsai dan perkusi
d) Tes laboratorium : Hb, protein urin dan glukosa urin
e) KIE : Informasi hasil pemeriksaan, ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, tanda bahaya pada kehamilan.
f) Promosi kesehatan : Imunisasi TT, tablet Fe, vitamin A
g) Persiapan persalinan (penolong, tempat, peralatan yang dibutuhkan, biaya, transportasi, donor darah)
h) Kesimpulan dari kunjungan, jadwal kunjungan ulang dan dokumentasi
4) Kunjungan Ulang
- Kunjungan I (0-24 minggu)
Penapisan dan pengobatan anemia
Perencanaan persalinan
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
- Kunjungan II (24-28 minggu) dan kunjungan III (28-36 minggu)
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
Penapisan preeklamsi, gemelly, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan mengulang perencanaan persalinan.
- Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir)
Sama seperti kunjungan II dan III
Mengenai adanya kelainan letak dan presentasi
Memantapkan rencana persalinan
Mengenal tanda-tanda persalinan
5) Pengobatan
Pemberian tablet Fe dan vitamin
Dimulai dengan memberikan satu tablet zat besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang, tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 mg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama-sama teh atau air jeruk.
6) Imunisasi TT
Antigen internal
cm perlindungan
% perlindungan
(selang waktu minimal)
TT1 Pada kunjungan antenatal pertama, perlindungan -
TT2 4 mgg setelah TT1 perlindungan 3 tahun, 80%
TT3 6 bulan setelah TT2 perlindungan 5 tahun, 95%
TT4 1 tahun setelah TT3 perlindungan 10 tahun, 99%
TT5 1 tahun setelah TT4 perlindungan 25 tahun atau seumur hidup, 99%
7) Kebutuhan gizi bumil
- Terjadi peningkatan sebesar 15%
Yang dibutuhkan untuk pertumbuhan uterus, mammae, volume darah, placenta, air ketuban, dan pertumbuhan janin (40% untuk pertumbuhan janin, 60% untuk pertumbuhan ibunya).
- Protein 80 gr/hari, sekitar 70% untuk pertumbuhan janin.
- Karbohidrat dan lemak
Diperlukan tambahan sebesar 300 kal/ hari atau 15% lebih banyak dari jumlan normal. Sumber : beras, tepung, ubi, jagung, sagu.
- Air, vitamin, mineral
Jenis mineral :
a) Zat kapur kebutuhan bertambah 400 mg.
Sumber : Susu, keju, sayuran hijau, kacang-kacangan
b) Fosfor kebutuhan bertambah 400 mg.
c) Kalium kebutuhan bertambah 400 mg.
d) Fe kebutuhan bertambah 30 mg.
Sumber : Ikan, hati, telur, sayuran hijau
e) Yodium kebutuhan bertambah 175 mg
Sumber : Ikan laut, minyak ikan, garam beryodium
Jenis vitamin
a) Vitamin A : 800 mikrogram
Sumber : Telur, hati, mentega, sayuran dan buah kering
b) Vitamin B6 (piridoxyne) : 2,2 mg
Sumber : Gandum, jagung, hati dan daging
c) Vitamin 12 : 2,2 mikrogram
Sumber : Telur, daging, hati, keju, ikan laut
d) Vitamin C : 70 mg
Sumber : Hati, daging, ikan, sayuran hijau
e) Vitamin D : 10 mg
f) Asam folat : 400 mg
Sumber : Hati, daging, ikan
g) Vitamin K : 65 mikrogram
Sumber : Buah dan sayuran
8) Kebutuhan ibu hamil
a) Kebutuhan nutrisi
b) Kebutuhan eliminasi
c) Kebutuhan personal hygiene
Hygiene tubuh, kulit, rambut, mammae
d) Kebutuhan pakaian
e) Kebutuhan seksual

Konsep Keluarga

a. Definisi Keluarga
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang dipersatukan oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi atau pengakuan sebagai anggota keluarga yang tinggal bersama, satu kesatuan/ unit yang membina kerjasama yang bersumber dari kebudayaan umum, dimana setiap anggotanya belajar dan melakukan perannya seperti yang diharapkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial melakukan beberapa fungsi yang paling dasar seperti memberikan keturunan, sosialisasi, psikologi, seleksi, proteksi dan sebagainya (Effendy N, 1997: 5).
b. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menurut Effendy (1997: 33) terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :
1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga darah istri.
4) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
c. Tipe/ Bentuk Keluarga
Tipe keluarga menurut Effendy N (1997: 34) antara lain :
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4) Keluarga duda/ janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
5) Keluarga Berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6) Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
d. Fungsi Keluarga Dalam Masyarakat
Menurut Effendy N (1997: 35), ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
1) Fungsi pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa nanti.
2) Fungsi sosial anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga menyiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3) Fungsi perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.
4) Fungsi perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5) Fungsi religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beargama dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
6) Fungsi ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan tersebut sedemikan rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7) Fungsi rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak selalu harus pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan kepribadian masing-masing anggotanya. Reaksi dapat dilakkan di rumah dengna cara nonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing dan sebagainya.
8) Fungsi biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
e. Kesehatan keluarga
Kesehatan keluarga adalah sehat secara fisik, mental dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis (Bapelkes, 2004: 66).
Kesehatan keluarga adalah kesehatan yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat sosial ekonomi dari masyarakat. Yang sehat merupakan produktifitas yang tinggi, mereka terbebas dari biaya-biaya obat yang tinggi, mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk belajar dan tentu juga kebahagiaan mereka sendiri. Dengan demikian kesehatan keluarga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (Bapelkes, 2004: 65).
Menurut Bapelkes (2004: 65) faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan keluarga :
1) Faktor lingkungan hidup : Sosial ekonomi, budaya dan keadaan alam.
2) Faktor perilaku : Perilaku keluarga secara kesatuan dan keluarga anggota masyarakat sebagai individu.
3) Faktor pelayanan kesehatan : Pelayanan kesehatan secara profesional itu sendiri, baik terhadap keluarga dan masyarakat.
4) Faktor sifat genteika dan keturunan dalam keluarga.
f. Sasaran Asuhan Kesehatan Keluarga
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga yang menjadi prioritas utama adalah keluarga-keluarga, yang tergolong tinggi dalam bidang kesehatan, meliputi :
1) Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah sebagai berikut :
a) Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.
b) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri.
c) Keluarga dengna keturunan yang kurang baik/ keluarga dengan penyakit keturunan.
2) Keluarga dengan ibu dengan resiko tinggi kebidanan, waktu hamil :
a) Umur ibu (16 tahun atau lebih 35 tahun)
b) Menderita kekurangan gizi/ anemia
c) Menderita hipertensi
d) Primipara atau multipara
e) Riwayat persalinan dengan komplikasi
3) Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, karena :
a) Lahir prematur/ BBLR
b) Berat badan sukar naik
c) Lahir dengan cacat bawaan
d) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi
e) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya
4) Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga :
a) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.
b) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering timbul cekcok dan ketegangan.
c) Ada anggota keluarga yang sering sakit.
d) Salah satu orang tua (suami/ istri) meninggal, cerai atau lari meninggalkan keluarga.

Kebidanan Komunitas

Kebidanan berasal dari kata “bidan” yang artinya seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek bidan (Depkes RI, 2002: 1). Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku (Kepmenkes RI, 2002: 2).
Komunitas adalah suatu sistem sosial menunjukkan bahwa semua orang bersatu untuk saling melindungi dalam kepentingan bersama dan berfungsi sebagai suatu kesatuan dan secara terus menerus mengadakan hubungan (interaksi) dengan sistem yang lebih besar. Bagian-bagian saling berinteraksi tersebut merupakan sub komuniti seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan keluarga, misalnya pelayanan KIA di Puskesmas, kunjungan rumah, melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga dan bukan pelayanan kebidanan yang dilakukan di rumah sakit (Effendi N, 1998: 5).
Kelompok komunitas terkecil adalah keluarga individu yang dilayani adalah bagian dari keluarga atau komunitas. Dalam melakukan pelayanan bidan tidak boleh memandang pasiennya dari sudut biologis, akan tetapi sebagai unsur sosial yang memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan kondisi lingkungan sekelilingnya. Dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur yang tercakup dalam kebidanan komunitas adalah bidan komunitas, pelayanan kebindanan komunitas, sasaran pelayanan kebidanan komunitas, lingkungan dan ilmu pengetahuan dan teknologi (Syahlan, 1999: 23).
a. Bidan Komunitas
Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (Syahlan, 1999: 23). Sebagai tenaga kesehatan, bidan mempunyai tugas penting dalam memberi bimbingan, asuhan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan, nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawab sendiri serta memberikan asuhan pada bayi baru lahir. Dalam pendidikan dan Konseling tidak hanya untuk antenatal, persiapan menjadi orang tua dan meluas ke bidang tertentu dari gynaclogu, KB dan asuhan terhadap anak. Bidan membantu keluarga dan masyarakat agar selau berada di dalam kondisi kesehatan yang optimal. Bidan di masyarakat bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan. Sebagai Pelaksana bidan harus menguasai pengetahuan teknologi kebidanan (Depkes RI, 2002: 12).
b. Pelayanan Kebidanan Komunitas
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dengan maksud meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Pelayanan kebidanan komunitas dilaksanakan oleh bidan secara mandiri. Korelasi (kerjasama) dengan tenaga kesehatan lain yang terkait pelayanan kebidanan komunitas ini dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu dan praktik bidan dan di rumah pasien (Depkes RI, 2002: 16).
c. Sasaran Pelayanan Kebidanan Komunitas
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah komunitas itu sendiri. Dimana di dalam komuniti terdapat kumpulan individu yang membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Sasaran utama pelayanan kebidanan komunitas adalah ibu dan anak di dalam keluarga (Syahlan, 1999: 26).
d. Lingkungan
Menurut Syahlan (1999: 26) dalam memberikan pelayanan kebidanan komunitas, bidan perlu juga memperhatikan faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut mencakup lingkungan fisik, sosial, flora dan fauna.
1) Lingkungan fisik
Dalam memberikan pelayanan kebidanan komunitas, kondisi fisik lingkungan sangat berpengaruh, oleh sebab itu lingkungan yang sehat harus diperhatikan karena keadaan fisik lingkungan yang tidak sehat dapat menimbulkan penyakit pada masyarakat di suatu wilayah.
2) Lingkungan sosial
Di dalam suatu komuniti dipengaruhi oleh suatu ikatan sosial budaya, kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan dan agama. Sehingga dalam memberikan pelayanan kebidanan harus dapat menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang ada.
3) Lingkungan flora dan fauna
Di dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari lingkungan flora dan fauna, oleh sebab itu peru adanya keseimbangan antara manusia dan alam untuk mencapai kelangsungan hidup manusia yang sehat.
4) Ilmu pengetahuan dan teknologi
Di jalan yang modern ini, pengetahuan masyarakat terus berkembang dan bertambah, ini sebagai akibat dari semakin maju dan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi di negara. Dalam pelayanan kebidanan komunitas harus menggunakan ilmu dan teknologi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.