Pengertian
a. Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir (Sastrawinata, 2005 : 174).
b. Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi 30 menit bayi lahir (Saifuddin, 2002 : 178).
c. Retensio plasenta yaitu plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Prawirohardjo, 1999 : 656).
d. Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi (Manuaba, 1998 : 300).
e. Retensio plasenta adalah kalau plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir (Sastrawinata, 1998 : 234).
f. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. (Mochtar, 1998 : 299)
Etiologi
1. Sebab Fisiologis
a. His kurang sehat
b. Plasenta sukar terlepas, karena :
Insersi di sudut tuba (Cornu)
Plasenta anularis mengelilingi rahim (cincin)
Bentuk tipis
Plasenta sangat kecil
Plasenta membraneca (tipis lebar)
2. Sebab Patologi
a. Plasenta acreta
b. Plasenta increta
c. Plasenta purulenta (Sastrawinata, 2005 : 175)
Jenis-jenis Retensio Placenta
a. Plasenta adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta
Adalah implantasi jonjot korion sehingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium.
d. Plasenta perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uteri.
e. Plasenta inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam vacum uteri disebabkan oleh lingkaran kontriksi ostium uteri, bisa disebabkan oleh kesalahan penanganan kala III (Saifuddin, 2002 : 178).
Kejadian Retensio Plasenta Berkaitan Dengan
1. Grande multipara dengan implatasi plasenta dalam bentuk adhesi placenta akreta, plasenta inkreta dan placenta perkreta.
2. Menganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
a) Darah penderita terlalu banyak yang hilang
b) Keseimbangan baru, berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
c) Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4. Plasenta manual segera dilakukan bila :
a) Terdapat riwayat perdarahan post partum berulang
b) Terjadi perdarahan post partum melebihi 400 cc
c) Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
d) Plasenta belum lepas setelah menunggu ½ jam.
Patofisologi
Pada kala III persalinan (setelah bayi lahir) jika plasenta belum lepas ½ jam setelah bayi lahir maka dikatakan retensio plasenta. Sebab-sebabnya adalah : plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam, yag menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi : Plasenta adhesiva, plasenta inkreta, plasenta akreta, dan plasenta perkreta.
Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri, dan akan menyebabkan perdarahanyang banyak. Atau karena adanya ligkaran kontriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penangaan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Pada kondisi seperti ini maka sebaiknya dilakkan pengeluaran plasenta secara manual.
Penatalaksanaan Retensio Plasenta
Apabila diagnosa retensio ditegakan maka dilakukan pelepasan plasenta secara manual :
1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus/RL).
2. Mengosongkan kandung kencing.
3. Kedua tangan memakai sarung tangan steril.
4. Dilakukan desinfeksi untuk genitalia ekterna.
5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna, tangan kanan dimasukan secara obstetrik sampai mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat.
6. Tepi plasenta dilepaskan dengan bagian luar tangan kanan, sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
7. Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan, maka tangan kanan dikeluarkan bersama dengan placenta.
8. Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya.
9. Setelah plasenta lahir lengkap, diberikan suntikan uterotonika.
10. Perdarahan di observasi.
Minggu, 15 Februari 2009
Mola Hidatidosa
Pengertian
a. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur (Wiknjosastro, 2007 : 262).
b. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik seperti buah anggur. (Wiknjosastro, 2005 : 342).
c. Mola hidatidosa adalah penyakit wanita dalam maa reproduksi, yaitu kehamilan yang tidak ditemukan janin. Villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih menyerupai buah anggur. (Sastrawinata, 1981 : 38).
d. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi korialisnya mengalami hidropik (Mansjoer, 2001 :265).
e. Mola hidatidosa adalah suatu kahamilan di mana setelah fertilisasi, hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi korialis disertai dengan degenerasi hidropik. Kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur. (Saifuddin, 2002 : 156)
f. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hanpir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidropik. (Mansjoer, 2001 : 265)
g. Hamil anggur atau Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin”, sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili) mirip gerombolan buah anggur.
(Rosmaladewi, 2007 : 746).
Etiologi
Belum jelas diketahui pasti, ada yang mengatakan akibat infeksi, defisiensi makanan, dan genetik. Yang paling cocok ialah teori Acosta Sison, yaitu defisiensi protein dan gangguan peredaran darah (Mansjoer, 2001 : 265).
Patofisiologi
Hamil anggur atau Mola hidatidosa dapat terjadi karena tidak adanya buah kehamilan (agenesis), kelainan substansi kromosom (kromatin) seks atau adanya perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia kehamilan minggu ke 3 sampai minggu
ke 4. Aliran (sirkulasi) darah yang terus berlangsung tanpa bakal janin, akibatnya terjadi peningkatan produksi cairan sel trofoblas (bagian tepi sel telur yang telah dibuahi), terbentuk jaringan permukaan permukaan membran (villi) yang berisi cairan jernih yang membesar dan tumbuh terus,gambarannya seperti gerombolan buah anggur (Mola hidatidosa).
Jenis Mola hodatidosa
a. Mola hidatidosa komplete (MHK)
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh villi korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur. Mikroskopik tampak edema stroma villi tanpa vaskularisasi disertai hiperplasi dari kedua lapisan trofoblas, satu ovum dibuahi oleh satu sperma tapi kadang dibuahi oleh dua sperma (dispermi).
b. Mola hidatidosa Parsial (MHP)
Seperti pada MHK, tapi di sini masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini (sebelum trimester pertama). Degenerasi hidropik bersifat setempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja. Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari villi dan stromal trophoblastic inclusions. Biasanya satu ovum dibuahi oleh dua sperma (dispermi). (Sastrawinata, 2005 : 30)
Faktor Resiko Terjadinya Mola hidatidosa
a. Umur : Mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil berumur <> 35 tahun, Pada usia 45 tahun biasanya kejadian hamil mola 10 x lebih tinggi.
b. Etnik : Lebih banyak dijumpai pada mongoloid daripada kaukasus.
c. Genetik : Wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih tinggi.
d. Gizi : Mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang kekurangan protein.
e. Sosial ekonomi rendah.
f. Paritas tinggi. (Sastrawinata, 2005 : 30).
Manifestasi Klinik
- Amenore dan tanda-tanda kehamilan
- Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat, pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
- Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
- Peningkatan kadar hCG.
- Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
- Mual muntah dan nafsu makan kurang.
- Pre eklampsi atau eklampsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
- Diagnosis pasti adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui ekspulsi spontan maupun biopsi pasca perasat. (Saifuddin 2002 : 157).
Komplikasi Dari Mola Hidatodosa
- Karena perdarahan yang berulang bisa menyebabkan anemia.
- Syok.
- Infeksi.
- Perforasi misalnya oleh mola distruens di mana gelembung menembus dinding rahim.
- Resiko tinggi terjadi keganasan (Koriokarsinoma). Koriokarsinoma setelah mola hidatidosa antara 2% - 8% dan makin tinggi pada umur tua. (Mansjoer, 2001 : 266)
Penatalaksanaan
a. Perbaikan keadaan umum
Bisa dengan tranfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemia.
b. Evakuasi
- Pada kasus mola yang belum keluar gelembungnya harus dipasang dahulu laminaria stift (12 jam sebelum kuretase), sedangkan pada kasus yang sudah keluar gelembungnya, dapat segera di kuret setelah keadaan umumya distabilkan. Bila perlu dapat diberikan narkosis neuroleptik.
- Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum, kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuretase hanya dilakukan satu kali, kuretase kedua dilakukan bila tinggi fundus uteri lebih dari 20 cm setelah hari ketujuh / bila ada indikasi lain.
- Selama proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V.(NaCL atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40-60 tetes/menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektivitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat). Pengosongan dengan aspirasi vakum lebih aman dari kuretase tajam.
c. Tindakan Profilaksis
Adalah unuk mencegah terjadinya keganasan pasca mola pada mereka yang mempunyai faktor resiko, seperti umur di atas 35 tahun atau gambaran perdarahan antepartum yang mencurigakan.
Ada dua cara, yaitu :
a. Histerektomi dengan jaringan mola in toto, atau beberapa hari pasca kuretase. Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan umur di atas 35 tahun serta anak cukup.
b. Sitostatika profilaksis, diberikan pada mereka yang menolak histerektomi atau pada wanita muda dengan perdarahan antepartum mencurigakan.
Caranya :
· Methotrexate 20 mg/hari atau
· Actinimycin D1 flc/hari, 5 berturut-turut
Tindakan lanjut :
Tujuannya untuk mendeteksi secara dini adanya perubahan kearah keganasan. Dilakukan selama satu tahun dengan jadwal sebagai berikut :
1. Tiga bulan pertama : tiap 2 minggu
2. Tiga bulan kedua : tiap 1 bulan
3. Enam bulan terakhir : tiap 2 bulan
Waktu Yang Tepat Untuk Hamil Kembali
Pada dasarnya penderita mola dianjurkan tidak hamil sampai pengawasan lengkap selesai dilakukan. Bagi wanita yang belum punya anak, dianjurkan memakai alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan selama 1 tahun, dan bagi yang sudah punya anak dianjurkan tidak hamil selama 2 tahun. (Rosmaladewi, 2007 : 746)
a. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur (Wiknjosastro, 2007 : 262).
b. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik seperti buah anggur. (Wiknjosastro, 2005 : 342).
c. Mola hidatidosa adalah penyakit wanita dalam maa reproduksi, yaitu kehamilan yang tidak ditemukan janin. Villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih menyerupai buah anggur. (Sastrawinata, 1981 : 38).
d. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi korialisnya mengalami hidropik (Mansjoer, 2001 :265).
e. Mola hidatidosa adalah suatu kahamilan di mana setelah fertilisasi, hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi korialis disertai dengan degenerasi hidropik. Kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur. (Saifuddin, 2002 : 156)
f. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hanpir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidropik. (Mansjoer, 2001 : 265)
g. Hamil anggur atau Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin”, sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili) mirip gerombolan buah anggur.
(Rosmaladewi, 2007 : 746).
Etiologi
Belum jelas diketahui pasti, ada yang mengatakan akibat infeksi, defisiensi makanan, dan genetik. Yang paling cocok ialah teori Acosta Sison, yaitu defisiensi protein dan gangguan peredaran darah (Mansjoer, 2001 : 265).
Patofisiologi
Hamil anggur atau Mola hidatidosa dapat terjadi karena tidak adanya buah kehamilan (agenesis), kelainan substansi kromosom (kromatin) seks atau adanya perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia kehamilan minggu ke 3 sampai minggu
ke 4. Aliran (sirkulasi) darah yang terus berlangsung tanpa bakal janin, akibatnya terjadi peningkatan produksi cairan sel trofoblas (bagian tepi sel telur yang telah dibuahi), terbentuk jaringan permukaan permukaan membran (villi) yang berisi cairan jernih yang membesar dan tumbuh terus,gambarannya seperti gerombolan buah anggur (Mola hidatidosa).
Jenis Mola hodatidosa
a. Mola hidatidosa komplete (MHK)
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh villi korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur. Mikroskopik tampak edema stroma villi tanpa vaskularisasi disertai hiperplasi dari kedua lapisan trofoblas, satu ovum dibuahi oleh satu sperma tapi kadang dibuahi oleh dua sperma (dispermi).
b. Mola hidatidosa Parsial (MHP)
Seperti pada MHK, tapi di sini masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini (sebelum trimester pertama). Degenerasi hidropik bersifat setempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja. Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari villi dan stromal trophoblastic inclusions. Biasanya satu ovum dibuahi oleh dua sperma (dispermi). (Sastrawinata, 2005 : 30)
Faktor Resiko Terjadinya Mola hidatidosa
a. Umur : Mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil berumur <> 35 tahun, Pada usia 45 tahun biasanya kejadian hamil mola 10 x lebih tinggi.
b. Etnik : Lebih banyak dijumpai pada mongoloid daripada kaukasus.
c. Genetik : Wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih tinggi.
d. Gizi : Mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang kekurangan protein.
e. Sosial ekonomi rendah.
f. Paritas tinggi. (Sastrawinata, 2005 : 30).
Manifestasi Klinik
- Amenore dan tanda-tanda kehamilan
- Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat, pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
- Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
- Peningkatan kadar hCG.
- Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
- Mual muntah dan nafsu makan kurang.
- Pre eklampsi atau eklampsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
- Diagnosis pasti adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui ekspulsi spontan maupun biopsi pasca perasat. (Saifuddin 2002 : 157).
Komplikasi Dari Mola Hidatodosa
- Karena perdarahan yang berulang bisa menyebabkan anemia.
- Syok.
- Infeksi.
- Perforasi misalnya oleh mola distruens di mana gelembung menembus dinding rahim.
- Resiko tinggi terjadi keganasan (Koriokarsinoma). Koriokarsinoma setelah mola hidatidosa antara 2% - 8% dan makin tinggi pada umur tua. (Mansjoer, 2001 : 266)
Penatalaksanaan
a. Perbaikan keadaan umum
Bisa dengan tranfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemia.
b. Evakuasi
- Pada kasus mola yang belum keluar gelembungnya harus dipasang dahulu laminaria stift (12 jam sebelum kuretase), sedangkan pada kasus yang sudah keluar gelembungnya, dapat segera di kuret setelah keadaan umumya distabilkan. Bila perlu dapat diberikan narkosis neuroleptik.
- Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum, kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuretase hanya dilakukan satu kali, kuretase kedua dilakukan bila tinggi fundus uteri lebih dari 20 cm setelah hari ketujuh / bila ada indikasi lain.
- Selama proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V.(NaCL atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40-60 tetes/menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektivitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat). Pengosongan dengan aspirasi vakum lebih aman dari kuretase tajam.
c. Tindakan Profilaksis
Adalah unuk mencegah terjadinya keganasan pasca mola pada mereka yang mempunyai faktor resiko, seperti umur di atas 35 tahun atau gambaran perdarahan antepartum yang mencurigakan.
Ada dua cara, yaitu :
a. Histerektomi dengan jaringan mola in toto, atau beberapa hari pasca kuretase. Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan umur di atas 35 tahun serta anak cukup.
b. Sitostatika profilaksis, diberikan pada mereka yang menolak histerektomi atau pada wanita muda dengan perdarahan antepartum mencurigakan.
Caranya :
· Methotrexate 20 mg/hari atau
· Actinimycin D1 flc/hari, 5 berturut-turut
Tindakan lanjut :
Tujuannya untuk mendeteksi secara dini adanya perubahan kearah keganasan. Dilakukan selama satu tahun dengan jadwal sebagai berikut :
1. Tiga bulan pertama : tiap 2 minggu
2. Tiga bulan kedua : tiap 1 bulan
3. Enam bulan terakhir : tiap 2 bulan
Waktu Yang Tepat Untuk Hamil Kembali
Pada dasarnya penderita mola dianjurkan tidak hamil sampai pengawasan lengkap selesai dilakukan. Bagi wanita yang belum punya anak, dianjurkan memakai alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan selama 1 tahun, dan bagi yang sudah punya anak dianjurkan tidak hamil selama 2 tahun. (Rosmaladewi, 2007 : 746)
Bendungan Payudara (Engorgement)
Pengertian
a. Masa Nifas (Puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115).
b. Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saifuddin, 2002 : N-23)
c. Masa nifas ( Puerpurium ) adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Saifuddin, 2001 : 133)
d. Payudara bengkak (Engorgement) adalah keadaan di mana payudara terasa lebih penuh/tegang dan nyeri sekitar hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. (Mansjoer, 2001 : 323)
e. Payudara bengkak adalah payudara terasa lebih penuh, tegang dan nyeri. Terjadi pada hari ketiga atau keempat pasca persalinan. (Sastrawinata, 2005 : 196).
f. Payudara bengkak adalah payudara terasa lebih tegang dan sakit karena pengeluaran ASI yang tidak lancar. (Wiknjosastro 2005 : 270)
Faktor Predisposisi
· Tidak dilakukannya rooming in.
· Kurangnya perawatan payudara pada waktu hamil.
· Kurangnya pengetahuan ibu tentang menyusui dini.
· Tingkat sosial ekonomi ibu yang rendah.
· Kurangnya manajemen laktasi di tempat pelayanan kesehatan.
Etiologi
a. Bendungan payudara di sebabkan karena pengeluaran ASI tidak lancar.
b. Bayi tidak cukup sering menyusu atau terlalu cepat di sapih.
c. Adanya let - down refleks.
d. Bendungan di vena dan pembuluh limfe
e. Bendungan ASI.
f. Pengeluaran ASI kurang.
g. Hambatan pengeluaran ASI.
Patofisiologi
Terjadinya payudara bengkak disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu : kurangnya tingkat pengetahuan ibu, jarang menyusui bayinya, air susu jarang dikeluarkan. Faktor tempat pelayanan kesehatan : tidak dilakukan rooming in, kurangnya manajemen laktasi, dan tidak segera menyusukan bayi pada ibunya. Disamping itu juga faktor dari bayi yaitu pada keadaan bayi yang sakit, tidak ada reflek hisap. Faktor-faktor tersebut menyebabkan bayi tidak menyusu, tidak ada rangsangan, terjadi bendungan ASI sehingga payudara bengkak.
Penatalaksanaan Payudara Bengkak
1. Susui bayi sesering mungkin tanpa dijadwal (on demand)
2. Kompres hangat sebelum disusukan
3. Pengeluaran ASI sebelum disusukan
4. Kompres dingin setelah menyusui
5. Pemijatan leher / punggung ibu
6. Kurangi beban mental ibu
Jika payudara terlihat penuh, mengkilat dan nyeri, bayi mungkin akan mengalami kesulitan untuk menyusu dengan posisi yang baik maka tindakan – tindakan berikut ini akan membantu:
1. Persiapan payudara yang penuh, berisi, sebelum menyusui.
2. Keluarkan ASI dengan menggunakan tangan sehingga puting melunak sebelum menyusui.
3. Letakkan ibu jari dan telunjuk diluar daerah areola.
4. Tekan ke dalam menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah pangkal payudara.
5. Peras dengan ibu jari dan telunjuk sehingga sebagian ASI dari bagian depan payudara terpancar keluar.
6. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
7. Susui dengan sering paling sedikit setiap 2 – 3 jam jika bayi sakit dan bisa menghisap, keluarkan ASI setiap 2 – 3 jam. Payudara bengkak yang tidak dikosongkan akan menyebabkan infeksi dan abses (mastitis).
8. Lakukan evaluasi selama 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
a. Masa Nifas (Puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115).
b. Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saifuddin, 2002 : N-23)
c. Masa nifas ( Puerpurium ) adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Saifuddin, 2001 : 133)
d. Payudara bengkak (Engorgement) adalah keadaan di mana payudara terasa lebih penuh/tegang dan nyeri sekitar hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. (Mansjoer, 2001 : 323)
e. Payudara bengkak adalah payudara terasa lebih penuh, tegang dan nyeri. Terjadi pada hari ketiga atau keempat pasca persalinan. (Sastrawinata, 2005 : 196).
f. Payudara bengkak adalah payudara terasa lebih tegang dan sakit karena pengeluaran ASI yang tidak lancar. (Wiknjosastro 2005 : 270)
Faktor Predisposisi
· Tidak dilakukannya rooming in.
· Kurangnya perawatan payudara pada waktu hamil.
· Kurangnya pengetahuan ibu tentang menyusui dini.
· Tingkat sosial ekonomi ibu yang rendah.
· Kurangnya manajemen laktasi di tempat pelayanan kesehatan.
Etiologi
a. Bendungan payudara di sebabkan karena pengeluaran ASI tidak lancar.
b. Bayi tidak cukup sering menyusu atau terlalu cepat di sapih.
c. Adanya let - down refleks.
d. Bendungan di vena dan pembuluh limfe
e. Bendungan ASI.
f. Pengeluaran ASI kurang.
g. Hambatan pengeluaran ASI.
Patofisiologi
Terjadinya payudara bengkak disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu : kurangnya tingkat pengetahuan ibu, jarang menyusui bayinya, air susu jarang dikeluarkan. Faktor tempat pelayanan kesehatan : tidak dilakukan rooming in, kurangnya manajemen laktasi, dan tidak segera menyusukan bayi pada ibunya. Disamping itu juga faktor dari bayi yaitu pada keadaan bayi yang sakit, tidak ada reflek hisap. Faktor-faktor tersebut menyebabkan bayi tidak menyusu, tidak ada rangsangan, terjadi bendungan ASI sehingga payudara bengkak.
Penatalaksanaan Payudara Bengkak
1. Susui bayi sesering mungkin tanpa dijadwal (on demand)
2. Kompres hangat sebelum disusukan
3. Pengeluaran ASI sebelum disusukan
4. Kompres dingin setelah menyusui
5. Pemijatan leher / punggung ibu
6. Kurangi beban mental ibu
Jika payudara terlihat penuh, mengkilat dan nyeri, bayi mungkin akan mengalami kesulitan untuk menyusu dengan posisi yang baik maka tindakan – tindakan berikut ini akan membantu:
1. Persiapan payudara yang penuh, berisi, sebelum menyusui.
2. Keluarkan ASI dengan menggunakan tangan sehingga puting melunak sebelum menyusui.
3. Letakkan ibu jari dan telunjuk diluar daerah areola.
4. Tekan ke dalam menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah pangkal payudara.
5. Peras dengan ibu jari dan telunjuk sehingga sebagian ASI dari bagian depan payudara terpancar keluar.
6. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
7. Susui dengan sering paling sedikit setiap 2 – 3 jam jika bayi sakit dan bisa menghisap, keluarkan ASI setiap 2 – 3 jam. Payudara bengkak yang tidak dikosongkan akan menyebabkan infeksi dan abses (mastitis).
8. Lakukan evaluasi selama 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Pengertian
- Alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral (lippes loop) atau berbentuk lain (copper T CU 200, copper T atau ML CU 250) yang dipasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan / para medik lain yang sudah dilatih. (Depkes, 1998 : 73).
- Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum melalui perubahan pada tuba fallopii dan cairan uterus dan menghambat pembuahan. (Suzanne Everett, 2007 : 112)
- Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah pilihan kontrasepsi yang efektif, aman dan nyaman bagi banyak wanita merupakan metode kontrasepsi reversibel yang paling sering digunakan di seluruh dunia. (Anna Glasier dan Ailsa Gabbie, 2005 : 89).
Jenis – jenis AKDR
a. Ota Ring
b. Copper 7
c. Copper T (Cu 200, Cu 208A, Cu 380A)
d. Spiral (lippes loop)
e. Multi load (ML-CU 250)
Mekanisme kerja Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
d. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi. (Saifudin, 2003 : MK-72)
e. Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi. Mekanisme kerja yang pasti belum diketahui dan masih dalam penelitian (Manuaba, 1998 :455).
Keuntungan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi
Sangat efektif → 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan)
b. AKDR dapat efektif segera setalah pemasangan.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti).
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat - ingat.
e. Tidak memepengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (Cu T-380A).
h. Tidak mempegaruhi kulitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).
j. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
k. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir).
l. Tidak ada interaksi dengan obat - obat. (Saifudin, 2003: Mk – 73).
Keterbatasan AKDR
a. Efek samping yang umum terjadi :
- Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
- Haid lebih lama dan banyak
- Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spooting) antar menstruasi
- Saat haid lebih sakit.
b. Komplikasi lain :
- Merasakan sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan
- Perdarahan berat pada waku haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia
- Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).
c. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan..
d. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi seksual, hepatitis B, atau infeksi virus HIV.
e. Penyakit radang panggul terjadi ssudah perempuan dengan IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas
f. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan
g. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari.
h. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR
i. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan
j. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal
k. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukan jariya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini. (Saifudin, 2003 : MK-73)
Yang Dapat Menggunakan AKDR (indikasi)
a. Usia reproduktif
b. Keadaan nulipara
c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas tinggi.
d. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
e. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
f. Resiko rendah dari IMS.
Tidak menghendaki metode hormonal.
g. Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen.
h. Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil.
i. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 – 5 hari senggama.
Kontra Indikasi
a. Hamil atau dicurigai hamil
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis).
d. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik.
e. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri.
f. Penyakit trofoblas yang ganas.
g. Diketahui menderita TBC pelvik
h. Kanker alat genital.
i. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
Waktu menggunakan AKDR
a. Setiap saat selama siklus haid, asalkan ibu tidak hamil.
b. Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat, angka ekspulsi tiggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pasca persalinan.
d. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi.
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi. (Saifudin, 2003 : MK-77)
Manajemen Asuhan
a. Konseling prametode tentang efek samping AKDR.
b. Memantau keberadaan benang AKDR dengan cara menganjurkan pasien untuk kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan AKDR, atau ajarkan kepada ibu untuk memeriksa keberadaan benang AKDR secara rutin terutama setelah haid selama bulan pertama penggunaan AKDR.
c. Copper T perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan.
d. Gunakan kondom, apabila berisiko terhadap HIV atau PMS. (Varney, Helen, 2002 : 36)
- Alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral (lippes loop) atau berbentuk lain (copper T CU 200, copper T atau ML CU 250) yang dipasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan / para medik lain yang sudah dilatih. (Depkes, 1998 : 73).
- Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum melalui perubahan pada tuba fallopii dan cairan uterus dan menghambat pembuahan. (Suzanne Everett, 2007 : 112)
- Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah pilihan kontrasepsi yang efektif, aman dan nyaman bagi banyak wanita merupakan metode kontrasepsi reversibel yang paling sering digunakan di seluruh dunia. (Anna Glasier dan Ailsa Gabbie, 2005 : 89).
Jenis – jenis AKDR
a. Ota Ring
b. Copper 7
c. Copper T (Cu 200, Cu 208A, Cu 380A)
d. Spiral (lippes loop)
e. Multi load (ML-CU 250)
Mekanisme kerja Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
d. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi. (Saifudin, 2003 : MK-72)
e. Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi. Mekanisme kerja yang pasti belum diketahui dan masih dalam penelitian (Manuaba, 1998 :455).
Keuntungan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi
Sangat efektif → 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan)
b. AKDR dapat efektif segera setalah pemasangan.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti).
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat - ingat.
e. Tidak memepengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (Cu T-380A).
h. Tidak mempegaruhi kulitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).
j. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
k. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir).
l. Tidak ada interaksi dengan obat - obat. (Saifudin, 2003: Mk – 73).
Keterbatasan AKDR
a. Efek samping yang umum terjadi :
- Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
- Haid lebih lama dan banyak
- Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spooting) antar menstruasi
- Saat haid lebih sakit.
b. Komplikasi lain :
- Merasakan sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan
- Perdarahan berat pada waku haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia
- Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).
c. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan..
d. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi seksual, hepatitis B, atau infeksi virus HIV.
e. Penyakit radang panggul terjadi ssudah perempuan dengan IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas
f. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan
g. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari.
h. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR
i. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan
j. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal
k. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukan jariya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini. (Saifudin, 2003 : MK-73)
Yang Dapat Menggunakan AKDR (indikasi)
a. Usia reproduktif
b. Keadaan nulipara
c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas tinggi.
d. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
e. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
f. Resiko rendah dari IMS.
Tidak menghendaki metode hormonal.
g. Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen.
h. Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil.
i. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 – 5 hari senggama.
Kontra Indikasi
a. Hamil atau dicurigai hamil
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis).
d. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik.
e. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri.
f. Penyakit trofoblas yang ganas.
g. Diketahui menderita TBC pelvik
h. Kanker alat genital.
i. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
Waktu menggunakan AKDR
a. Setiap saat selama siklus haid, asalkan ibu tidak hamil.
b. Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat, angka ekspulsi tiggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pasca persalinan.
d. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi.
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi. (Saifudin, 2003 : MK-77)
Manajemen Asuhan
a. Konseling prametode tentang efek samping AKDR.
b. Memantau keberadaan benang AKDR dengan cara menganjurkan pasien untuk kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan AKDR, atau ajarkan kepada ibu untuk memeriksa keberadaan benang AKDR secara rutin terutama setelah haid selama bulan pertama penggunaan AKDR.
c. Copper T perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan.
d. Gunakan kondom, apabila berisiko terhadap HIV atau PMS. (Varney, Helen, 2002 : 36)
Hidrochepalus
Pengertian
Hidrosefalus adalah :
1. Suatu keadaan dimana terdapat timbunan liquor serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel yang disertai dengan kenaikan tekanan intrakranial, sehingga terlihat kepala bayi membesar. (Prawirohardjo, 2005 : 733).
2. Keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intrakarnial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. (Ngastiyah, 2005 : 89).
3. Keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis. (Mansjoer, 1985 : 88)
4. Kelainan dimana terjadi peningkatan jumlah cairan serebrospinalis dalam rongga otak dan atau spinal. (Suryanah, 1996 : 149)
5. Suatu keadaan dimana rongga otak mengandung cairan serebrospinalis. (Pusat penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan)
6. Kelainan kongenital, dimana terjadi timbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel kepala janin yang melebihi jumlah 1500cc. (Manuaba, 1998 : 223)
7. Penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi besar serta ubun-ubun jadi lebar, jumlah cairan besar bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada yang sampai 5 liter. (Rustam, 1995 : 376)
8. Hidrosefalus disebabkan oleh patologis otak yang mengakibatka bertambahnya cairan serebrospinalis dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel, pelebaran ventrikel ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal. (Manuaba, 1998 : 377)
Etiologi
1. Faktor keturunan
2. gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau ensefalokel. (Hernia jaringan syaraf karena cacat termpurung kepala).
3. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intraventrikular, meningitis, tumor, cedera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid).
4. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihanya produksi cairan serebrospinalis.
(Mansjoer, 2001 : 308)
Tanda dan gejala
1. Pemrosesan tulang frontal
2. Mata tertekan (cekung)
3. Tanda “setting sun” / matahari terbenam
4. Muntah, kesulitan menelan dan menghisap
5. Gangguan pada nafas
6. Nadi lambat
7. Pupil membengkak dan respon cahaya yang tidak sama.
(Rustam, 1995 : 377)
Patofisiologi
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khorodialis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam pramter dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yaitu sistem internal dan sistem eksternal pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml neonatus 20-30 l dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen kesctika dan mengalir ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (Devito EE et all, 2007 : 328)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorpsi, mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid, gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi, konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005 : 21)
Diagnosis Medis
Pengukuran lingkar kepala
a. Pemeriksaan penunjang
CT-Scan : Mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan membantu dalam mengidnetifikasi kemungkinan penyebabnya.
b. Fungsi ventrikel : Digunakan untuk mengukur tekanan intrakranial, menghilangkan cairan serebrospinal untuk inlokus.
c. EEG : Untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
d. Translaminasi : Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada kepala
e. MRI (Magnetik Resona Imaging) : Memberi informasi tentang struktur otak tanpa kena radiasi. (Rustam, 1995 : 376-377)
Penatalaksanaan
a. Farmakologi
- Mengurangi volume cairan screbrospinalis
→ Asitazolamid : 10 mg / kg / 24 jam oral, 3-4 kali / hari
→ Furosemid : 1 mg / kg / 24 jam oral, 3-4 kali / hari
- Bila ada tanda-tanda infeksi beri antibiotik sesuai dengan penyebab
b. Pembedahan
Pasang pisau → mengeluarkan kelebihan CSS dari ventrikel lateral ke bagian ekstra kranial.
(Prawirohardjo, 2005 : 631)
Hidrosefalus adalah :
1. Suatu keadaan dimana terdapat timbunan liquor serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel yang disertai dengan kenaikan tekanan intrakranial, sehingga terlihat kepala bayi membesar. (Prawirohardjo, 2005 : 733).
2. Keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intrakarnial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. (Ngastiyah, 2005 : 89).
3. Keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis. (Mansjoer, 1985 : 88)
4. Kelainan dimana terjadi peningkatan jumlah cairan serebrospinalis dalam rongga otak dan atau spinal. (Suryanah, 1996 : 149)
5. Suatu keadaan dimana rongga otak mengandung cairan serebrospinalis. (Pusat penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan)
6. Kelainan kongenital, dimana terjadi timbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel kepala janin yang melebihi jumlah 1500cc. (Manuaba, 1998 : 223)
7. Penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi besar serta ubun-ubun jadi lebar, jumlah cairan besar bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada yang sampai 5 liter. (Rustam, 1995 : 376)
8. Hidrosefalus disebabkan oleh patologis otak yang mengakibatka bertambahnya cairan serebrospinalis dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel, pelebaran ventrikel ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal. (Manuaba, 1998 : 377)
Etiologi
1. Faktor keturunan
2. gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau ensefalokel. (Hernia jaringan syaraf karena cacat termpurung kepala).
3. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intraventrikular, meningitis, tumor, cedera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid).
4. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihanya produksi cairan serebrospinalis.
(Mansjoer, 2001 : 308)
Tanda dan gejala
1. Pemrosesan tulang frontal
2. Mata tertekan (cekung)
3. Tanda “setting sun” / matahari terbenam
4. Muntah, kesulitan menelan dan menghisap
5. Gangguan pada nafas
6. Nadi lambat
7. Pupil membengkak dan respon cahaya yang tidak sama.
(Rustam, 1995 : 377)
Patofisiologi
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khorodialis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam pramter dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yaitu sistem internal dan sistem eksternal pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml neonatus 20-30 l dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen kesctika dan mengalir ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (Devito EE et all, 2007 : 328)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorpsi, mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid, gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi, konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005 : 21)
Diagnosis Medis
Pengukuran lingkar kepala
a. Pemeriksaan penunjang
CT-Scan : Mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan membantu dalam mengidnetifikasi kemungkinan penyebabnya.
b. Fungsi ventrikel : Digunakan untuk mengukur tekanan intrakranial, menghilangkan cairan serebrospinal untuk inlokus.
c. EEG : Untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
d. Translaminasi : Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada kepala
e. MRI (Magnetik Resona Imaging) : Memberi informasi tentang struktur otak tanpa kena radiasi. (Rustam, 1995 : 376-377)
Penatalaksanaan
a. Farmakologi
- Mengurangi volume cairan screbrospinalis
→ Asitazolamid : 10 mg / kg / 24 jam oral, 3-4 kali / hari
→ Furosemid : 1 mg / kg / 24 jam oral, 3-4 kali / hari
- Bila ada tanda-tanda infeksi beri antibiotik sesuai dengan penyebab
b. Pembedahan
Pasang pisau → mengeluarkan kelebihan CSS dari ventrikel lateral ke bagian ekstra kranial.
(Prawirohardjo, 2005 : 631)
Pre Eklamsi Ringan
Definisi
a. Pre eklampsi ialah penyakit dengan tanda – tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalm triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Prawirohardjo, 2005 : 282).
b. Pre eklampsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001 : 270).
c. Pre eklampsi adalah penyakit primigravida dan kalau timbul pada seorang multigravida biasanya ada factor predisposisi seperti hipertensi, diabetes atau kehamilan ganda. (Sastrawinata, 1981 : 92)
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
(1). Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidaitdosa.
(2). Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
(3). Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
(4). Sebab jarangnya terjadi eklampsi pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
(5). Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre eklampsi adalah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bretalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre eklampsi dan eklampsi. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat. (Prawirohardjo, 2005 : 282)
Patofisiologi
Di dalam kehamilan dapat terjadi peningkatam curah jantung dan resistensi pembuluh darah sistemik. Maka akan terjadi gangguan relaksasi pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. Karena tekanan darah meningkat dapat menyebabkan aliran darah menurun sehingga terjadi peningkatan premeabilitas membran yang berpengaruh pada filtrasi glomerulus sehingga filtrasi glomerulus menurun dan terjadi proteinuria secara retensi air dan garam, karena hal tersebut diatas maka sering timbul salah satu dari gejala pre eklampsi yaitu oedem. Pada pre eklampsi berat disertai dengan nyeri kepala, gangguan penglihatan, muntah dan nyeri epigastrium. Sedangkan pada eklampsi disertai dengan kejang.
Faktor-faktor penyebab Pre eklampsi
1. Primigravida / Multigravida
2. Sosial-ekonomi
3. Mempunyai kecenderungan penyakit hipertensi dalam kehamilan atau faktor keturunan
4. Mempunyai riwayat penyakit yang menyertai seperti : DM, Ginjal dan Jantung.
5. Kehamilan ganda
6. Mola hidatidosa
7. Obesitas
8. Umur lebih dari 35 tahun.
(Prawirohardjo, 2005 : 282)
Tanda dan gejala Pre eklampsi Ringan
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan. (Manuaba, 1998 : 242)
Komplikasi dari pre eklampsi jika tidak segera ditangani
a. Iskemi Utero plasenta
- Pertumbuhan janin terhambat / kematian janin
- Persalinan prematur
- Solusio plasenta
b. Spasme arteriolar
- Pedarahan serebral
- Gagal jantung, ginjal, hati
- Ablasio retina
- Tromboembolisme
- Gangguan pembekuan darah
c. Kejang dan koma
- Trauma karena kejang
- Aspirasi cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan pernafasan
d. Penanganan tidak cepat
- Pneumonia
- Infeksi saluran kemih
- Kelebihan cairan
- Komplikasi anestesi atau tindakan obstetri.
(Saifuddin, 2002 : 210)
Penanganan Pada Pre eklampsi Ringan
Pada pre eklampsi ringan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan :
1. Mencegah kenaikan peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre eklampsi berat), dengan memberikan obat antihipertensif.
2. Sedativa ringan : Phenobarbital 3 x 30 mgr, Valium 3 x 10 mgr
3. Obat penunjang : Vitamin B kompleks, Vitamin C, Vitamin E, Zat besi
4. Nasehat
- Garam dalam makanan dikurangi
- Lebih banyak istirahat baring ke arah punggung bayi, istirahat baring 2 jam siang hari dan > 8 jam pada malam hari.
- Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernapasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemah, pengeluaran urin berkurang.
5. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.
Pasien hamil hendaknya diperiksa sekali 2 minggu setelah bulan ke 6 dan sekali seminggu pada bulan terakhir, gunanya adalah untuk menilai perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin, apakah ada perburukan keluhan subyektif, peningkatan berat badan berlebih, kenaikan tekanan darah, dan melakukan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan, terutama protein urin. Petunjuk untuk segera memasukan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal berikut :
- Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
- Protein dalam urin 1 plus atau lebih
- Edema bertambah dengan mendadak
- Terdapat gejala dan keluhan subjektif
(Manuaba, 1998 :244)
a. Pre eklampsi ialah penyakit dengan tanda – tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalm triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Prawirohardjo, 2005 : 282).
b. Pre eklampsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001 : 270).
c. Pre eklampsi adalah penyakit primigravida dan kalau timbul pada seorang multigravida biasanya ada factor predisposisi seperti hipertensi, diabetes atau kehamilan ganda. (Sastrawinata, 1981 : 92)
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
(1). Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidaitdosa.
(2). Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
(3). Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
(4). Sebab jarangnya terjadi eklampsi pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
(5). Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre eklampsi adalah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bretalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre eklampsi dan eklampsi. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat. (Prawirohardjo, 2005 : 282)
Patofisiologi
Di dalam kehamilan dapat terjadi peningkatam curah jantung dan resistensi pembuluh darah sistemik. Maka akan terjadi gangguan relaksasi pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. Karena tekanan darah meningkat dapat menyebabkan aliran darah menurun sehingga terjadi peningkatan premeabilitas membran yang berpengaruh pada filtrasi glomerulus sehingga filtrasi glomerulus menurun dan terjadi proteinuria secara retensi air dan garam, karena hal tersebut diatas maka sering timbul salah satu dari gejala pre eklampsi yaitu oedem. Pada pre eklampsi berat disertai dengan nyeri kepala, gangguan penglihatan, muntah dan nyeri epigastrium. Sedangkan pada eklampsi disertai dengan kejang.
Faktor-faktor penyebab Pre eklampsi
1. Primigravida / Multigravida
2. Sosial-ekonomi
3. Mempunyai kecenderungan penyakit hipertensi dalam kehamilan atau faktor keturunan
4. Mempunyai riwayat penyakit yang menyertai seperti : DM, Ginjal dan Jantung.
5. Kehamilan ganda
6. Mola hidatidosa
7. Obesitas
8. Umur lebih dari 35 tahun.
(Prawirohardjo, 2005 : 282)
Tanda dan gejala Pre eklampsi Ringan
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan. (Manuaba, 1998 : 242)
Komplikasi dari pre eklampsi jika tidak segera ditangani
a. Iskemi Utero plasenta
- Pertumbuhan janin terhambat / kematian janin
- Persalinan prematur
- Solusio plasenta
b. Spasme arteriolar
- Pedarahan serebral
- Gagal jantung, ginjal, hati
- Ablasio retina
- Tromboembolisme
- Gangguan pembekuan darah
c. Kejang dan koma
- Trauma karena kejang
- Aspirasi cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan pernafasan
d. Penanganan tidak cepat
- Pneumonia
- Infeksi saluran kemih
- Kelebihan cairan
- Komplikasi anestesi atau tindakan obstetri.
(Saifuddin, 2002 : 210)
Penanganan Pada Pre eklampsi Ringan
Pada pre eklampsi ringan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan :
1. Mencegah kenaikan peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre eklampsi berat), dengan memberikan obat antihipertensif.
2. Sedativa ringan : Phenobarbital 3 x 30 mgr, Valium 3 x 10 mgr
3. Obat penunjang : Vitamin B kompleks, Vitamin C, Vitamin E, Zat besi
4. Nasehat
- Garam dalam makanan dikurangi
- Lebih banyak istirahat baring ke arah punggung bayi, istirahat baring 2 jam siang hari dan > 8 jam pada malam hari.
- Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernapasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemah, pengeluaran urin berkurang.
5. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.
Pasien hamil hendaknya diperiksa sekali 2 minggu setelah bulan ke 6 dan sekali seminggu pada bulan terakhir, gunanya adalah untuk menilai perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin, apakah ada perburukan keluhan subyektif, peningkatan berat badan berlebih, kenaikan tekanan darah, dan melakukan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan, terutama protein urin. Petunjuk untuk segera memasukan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal berikut :
- Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
- Protein dalam urin 1 plus atau lebih
- Edema bertambah dengan mendadak
- Terdapat gejala dan keluhan subjektif
(Manuaba, 1998 :244)
Langganan:
Postingan (Atom)