Selasa, 10 Februari 2009

Infeksi HPV dan Ca Cervix

HPV (Human Papiloma Virus) dapat menyebabkan kanker leher rahim (Ca Cervix). Ca Cervix ini merupakan salah satu kanker yang paling mematikan setelah kanker payudara. Ca Cervix 90% dipicu oleh HPV. Apabila infeksi HPV tidak ditangani dengan baik dan tuntas, dan baru dikelola saat keadaan sudah berat, sehingga sel di mulut rahim menjadi rusak dan berubah sifat menjadi abnormal.
Untuk deteksi dini dianjurkan pemeriksaan pap'smear bagi wanita yang pernah berhubungan seksual 6 bulan-1 tahun.

Atonia Uteri

a. Definisi
Menurut TMA Chalik (1997: 162) yang dimaksud dengan perdarahan post partum primer ialah perdarahan yang berjumlah lebih dari 500 ml dan terjadi dalam batas waktu 24 jam pertama setelah anak lahir. Istilah perdarahan post partum di sini sebenarnya kurang tepat sebab post partum berarti setelah hasil konsepsi keluar, sedangkan pada umumnya perdarahan postpartum dimaksudkan juga dengan perdarahan yang terjadi sebelum dan atau sesudah seluruh hasil konsepsi keluar, yaitu sebelum dan atau plasenta keluar. Lagi pula pada beberapa penelitian terbukti darah yang hilang secara tepat setelah anak lahir sampai 24 jam kemudian berjumlah 546 sampai 650 ml pada partus normal, jadi lebih dari 500 ml. dalam praktek jumlah darah diukur dengan menampang darah yang keluar ke dalam nier bekken, tanpa bisa mengukur dengan tepat sejumlah lainnya yang tercecer. Dengan demikian bila secara praktis terukur 500 ml darah yang keluar, secara tepatnya jumlah yang betul-betul telah hilang jelas lebih banyak.
b. Epidemiologi
Perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah setelah anak lahir meningkat insidennya pada kehamilan dengan pembesaran rahim yang berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion, anak terlalu besar, ataupun pada rahim yang telah melemah daya kontraksinya seperti pada grandemultipara, interval kehamilan yang pendek atau pada kehamilan usia lanjut, induksi partus dengan oksitosin, his yang terlalu kuat sehingga anak dilahirkan terlalu cepat dan sebagainya. Pimpinan partus kala III yang salah sering menyebabkan retensio plasenta disebabkan terus menerus memeras dan memijit rahim untuk mempercepat keluarnya plasenta hal mana sebenarnya menganggu mekanisme pelepasan plasenta dan memperbanyak kehilangan darah. Kenyataan di lapangan yang mendukung pernyataan ini salah satunya adalah yang dilaporkan oleh Usman Santoso dari RSU dr. Soetomo Surabaya dimana 84,3% dari 599 pasien rujukan karena retensio plasenta adalah dari persalinan yang berlangsung di rumah dan 70,8% tadinya ditolong oleh dukun.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Laboratorium
a) Periksa darah lengkap
Evaluasi hemoglobin dan hematokrit, peningkatan hitungan leukosit dapat di sebabkan oleh infeksi atau peningkatan normal yang terjadi masa perdarahan dan masa perbaikan.
b) Urinalis biasanya normal
2) USG
Bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterin (Mansyoer, A, 2000: 230–231).
d. Penanganan Umum
Infus transfusi darah.
Uterotonik :
- Oksitosin
- Metergin
Masase uteri
Kompresi bimanual

Perdarahan Postpartum

a. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat (Sarwono Prawirahardjo, 2000: 188). Menurut Mochtar R (1998: 298), perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24 jam pertama setelah anak lahir (Fakultas Kedokteran Bandung: 231).
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 1998: 295). Menurut dr. Teddy Supriyadi (1994: 356), perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan ekspulsi atau ekstraksi plasenta dan ketuban.
b. Kualifikasi
Perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1) Perdarahan post partum dini (primer)
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Menurut Manuaba (2001: 427), sebab perdarahan post partum primer:
a) Atonia uteri
b) Retensio plasenta
c) Sisa plasenta
d) Robekan jalan lahir
2) Perdarahan post partum lambat (sekunder)
Perdarahan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Menurut Manuaba (1998: 326), sebab perdarahan post partum sekunder:
a) Robekan jalan lahir
b) Sisa plasenta atau membran
c) Infeksi menimbulkan subinvolusi bekas implantasi plasenta.
c. Etilogi
1) Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri menurut Mochtar (1998: 208) adalah:
- Umur: umur yang terlalu muda atau tua
- Paritas: sering dijumpai multipara dan grandemultipara
- Partus lama dan partus terlantar
- Obstetri operatif dan narkosa
- Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion atau janin besar.
- Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta.
- Faktor sosial ekonomi, yaitu malnutrisi.
2) Sisa plasenta dan selaput ketuban
3) Jalan lahir: robekan perineum, vagina seviks, forniks dan rahim.
4) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya atau hipofribinogenemia yang sering dijumpai pada:
- Perdarahan yang banyak
- Solusio plasenta
- Kematian janin yang lama dalam kandungan
- Pre-eklamasi dan eklamsi
- Infeksi, hepatitis dan septik syok
d. Diagnosis
Pada tiap-tiap perdarahan post partum harus dicari apa penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah seperti bagan di halaman berikut:
1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
2) Memeriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak.
3) Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
- sisa plasenta dan ketuban
- robekan rahim
- plasenta suksenturiata
4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT) dan lain-lain.
a) Atonia uteri
b) Sisa plasenta dan ketuban.
c) Robekan jalan lahir.
d) Penyakit darah (kelainan pembekuan darah)
Perdarahan post partum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat Ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetap terus-terusan yang juga berbahaya karena kita tidak meyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, Ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam subsyok atau syok. Karena itu adalah penting sekali pada setiap Ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar periksa juga kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
e. Penanganan
Pencegahan perdarahan post partum
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (=sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
Pengobatan perdarahan kala uri
Sikap dalam menghadap perdarahan kala uri ialah
(1) Berikan oksitosin
(2) Cobalah mengeluarkan plasenta menurut cara Crede (1-2 kali)
(3) Keluarkan plasenta dengan tangan

Masa Puerpurium

a. Definisi
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono Prawirahardjo, Jkt, 2001: 122). Menurut Mochtar R (1998: 115), masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu.
Masa nifas (puerperium) mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat genitalia baru pulih kembali sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro, 1999: 237). Menurut Farrer, H (2000: 225), nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil, masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu.
Menurut Mochtar, R (1998: 115), nifas dibagi dalam 3 periode:
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. 2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.
b. Involusi Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan relaksasi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi, plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot yang membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindar dari perdarahan post partum (Manuaba, 1998: 190).

KUNJUNGAN MASA NIFAS
Kunjungan 1
6-8 jam setelah persalinan
· Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
· Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut.
· Memberikan konseling pada Ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
· Pemberian ASI awal
· Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
· Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
Kunjungan 2
6 hari setelah persalinan
· Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
· Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
· Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
· Memberikan konseling pada Ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjungan 3
2 minggu setelah persalinan
Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)
Kunjungan 4
6 minggu setelah persalinan
· Menanyakan pada Ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami.
· Memberikan konseling untuk KB secara dini.
(Sarwono Prawirahardjo, jkt, 2000: 123)
Menurut Manuaba (1998: 192), proses involusi uterus pada bekas luka implantasi plasenta, terdapat gambaran sebagai berikut :
1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12 x 15 cm, permukaan kasar, dimana pembuluh darah bermuara.
2) Pembuluh darah terjadi pembentukan trombose, di samping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu kedua sebesar 6 sampai 8 cm dan akhir puerperium sebesar 2 cm.
4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis bersama dengan lokhia.
5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari luka dan lapisan basalis endometrium.
6) Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa puerperium.
c. Gambaran Klinis Masa Puerperium
Segera setelah persalinan dapat terjadi peningkatan suhu badan tetapi tidak lebih dari 38 oC. Bila terjadi peningkatan melebihi 38 oC berturut-turut selama dua hari, kemungkinan terjadi infeksi. Dan nadi umumnya 60-80 denyut per menit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi, tekanan darah tidak kurang dari 110/120 mmHg apabila kurang dari 110/120 mmHg kemungkinan ibu akan mengalami anemia karena pengeluaran darah yang terlalu banyak dan respirasi tidak kurang dari 20-24 x/menit.
Uterus yang telah menyelesaikan tugasnya, akan menjadi keras karena kontraksinya, sehingga terdapat penutupan pembuluh darah. Kontraksi uterus yang diikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri disebut “nyeri ikutan” (after pain) terutama pada multipara. Masa puerperium diikuti pengeluaran sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat implementasi plasenta disebut lokhia pengeluaran.
Menurut Mochtar R (1998: 116), lokhia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut:
1) Lokhia rubra/cruenta
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lokhia sanguinolenta
Berwarna merah, kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3 sampai ke 7 pasca persalinan.
3) Lokhia serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 sampai 14 pasca persalinan.
4) Lokhia purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
5) Lokhia alba
Cairan putih, setelah 2 minggu.
6) Inkhiostasis
Lokhia tidak lancar keluarnya.
Menurut Manuaba (1998: 193), perubahan patrun (pengeluaran lokhia menunjukkan keadaan yang abnormal) seperti:
1) perdarahan berkepanjangan
2) Pengeluaran lokhia tertahan (lokhia statika)
3) Lokhia purulenta, berbentuk nanah
4) Rasa nyeri yang berlebihan
Dengan memperhatikan bentuk perubahan, dapat diduga terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan, terjadi infeksi intra uterin.

Diare

1. Pengertian
a. Diare adalah bentuk kotoran anak yang semula padat berubah menjadi lembek atau cair dan buang air besar 3 kali atau lebih 24 jam (Buku KIA)
b. Diare adalah buang air besar (DEFEKASI) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml/ jam tinja dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defkasi yang meningkat (Kapita Selecta Kedokteran Jilid 1 : 501)
c. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1980)
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala anak mederita penyakit diare adalah
a. Buang air besar encer atau cair 3 kali atau lebih dalam 24 jam
b. Tidak ada darah dalam BAB
3. Cara Pencegahan dan Penanganan Diare
a. Cara Pencegahan Diare
1) Pemberian hanya ASI saja pada bayi sampai usia 4 – 6 bulan
2) Mencuci tangan dengan sabun setelah berak dan sebelum memberi makan anak
3) Menggunakan jamban dan menjaga kebersihannya
4) Pembuangan tinja anak ditempat yang benar
5) Makanan dan minuman menggunakan air matang
b. Cara Penanganan Diare
1) Perbanyak pemberian minuman misalnya ASI, air matang, air syur, oralit
Cara pemberian oralit dan takarannya
Masukkan 1 bungkus oralit kedalam 1 gelas air (200 cc) yang sudah dimasuk atau air minum dan aduk sampai rata
2) ASI tetap diberikanterutamapada bayi untuk anak yang tidak menetek. Pemberian makanan lunak tetap diteruskan
3) Segera dibawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau bila ada tanda-tanda :
a} Buang air besar encer berkali-kali
b} Muntah berulang-ulang
c} Rasa haus yang nyata
d} Demam
e} Makan / minum sedikit
f} Darah dalam tinja

Manajemen Kebidanan Komunitas

Dalam memecahkan masalah pasiennya, bidan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
Manajemen kebidananan adalah metode yang digunakan oleh bidan dalam menentukan dan mencari langkah-langkah pemecahan masalah serta melakukan tindakan untuk menyelematkan pasiennya dari gangguan kesehatan.
Penerapan manajemen kebidanan melalui proses yang secara berurutan yaitu identifikasi masalah, analisis dan perumusan masalah, rencana dan tindakan pelaksanaan serta evaluasi hasil tindakan. Manajemen kebidanan juga digunakan oleh bidan dalam menangani kesehatan ibu, anak dan KB di komuniti, penerapan manajemen kebidanan komuniti (J.H. Syahlan, 1996).
1. Identifikasi masalah
Bidan yang berada di desa memberikan pelayanan KIA dan KB di masyarakat melalui identifikasi, ini untuk mengatasi keadaan dan masalah kesehatan di desanya terutama yang ditujukan pada kesehatan ibu dan anak. Untuk itu bidan melakukan pengumpulan data dilaksanakan sccara langsung ke masyarakat (data subyektif) dan data tidak langsung ke masyarkaat (data obyektif)
a. Data Subyektif
Data subyektif diperoleh dari informasi langsung yang diterima dai masyarakat. Pengumpulan data subyektif dilakukan melalui wawancara. Untuk mengetahui keadaan dan masalah kesehatan masyarakat dilakukan wawancara terhadap individu atau kelompok yang mewakili masyarakat.
b. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh dari observasi pemeriksaan dan penelaahan catatan keluarga, masyarakat dan lingkungan. Kegiatan dilakukan oleh bidan dalam pengumpulan data obyektif ini ialah pengumpulan data atau catatan tentang keadaan kesehatan desa dan pencatatan data keluarga sebagai sasaran pemeriksaan.

2. Analisa dan perumusan masalah
Setelah data dikumpulkan dan dicatat maka dilakukan analisis. Hasil analisis tersebut dirumuskan sebagai syarat dapat ditetapkan masalah kesehatan ibu dan anak di komuniti.
Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis yang dapat ditemukan jawaban tentang :
a. Hubungan antara penyakit atau status kesehatan dengan lingkungan keadaan sosial budaya atau perilaku, pelayanan kesehatan yang ada serta faktor-faktor keturunan yang berpengaruh terhadap kesehatan. (H.L. Blum).
b. Masalah-masalah kesehatan, termasuk penyakit ibu, anak dan balita
c. Masalah-masalah utama ibu dan anak serta penyebabnya
d. Faktor-faktor pendukung dan penghambat
Rumusan masalah dapat ditentukan berdasarkan hasil analisa yang mencakup masalah utama dan penyebabnya serta masalah potensial.
3. Diagnosa potensial
Diagnosa yang mungkin terjadi
4. Antisipasi penanganan segera
Penanganan segera masalah yang timbul
5. Rencana (intervensi)
Rencana untuk pemecahan masalah dibagi menjadi tujuan, rencana pelaksanaan dan evaluasi.
6. Tindakan (implementasi)
Kegiatan yang dilakukan bidan di komunitas mencakup rencana pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
7. Evaluasi
Untuk mengetahui ketepatan atau kesempurnaan antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang ditetapkan.

Serangan Jantung Ancam Wanita Perokok

Dibanding pria, resiko serangan jantung pada wanita biasanya datang lebih lambat. Namun tidak demikian jika wanita tersebut merokok. Wanita perokok beresiko terkena serangan jantung 12 tahun lebih cepat daripada yang tidak. Sedangkan laki-laki perokok beresiko terkena serangan jantung 6 tahun lebih cepat daripada yang tidak. Ini perbedaan yang cukup besar. Wanita harus menyadari bahwa kerugian yang didapat mereka dari merokok jauh lebih besar daripada yang diperoleh laki-laki.
Telah lama dokter menduga bahwa hormon-hormon yang dimiliki wanita mampu melindungi wanita dari serangan jantung. Estrogen diperkirakan mampu meningkatkan kadar kolesterol baik dalam darah dan membuat pembuluh darah relaks. Sedangkan rokok membuat wanita cepat mengalami menopause sehingga kadar estrogen pun berkurang.

Perlukah Bayi Pakai Gurita????!!

Selama ini ada tradisi turun temurun yang dilakukan orang tua untuk memakaikan gurita pada bayi. Alasannya, otot perut bayi yang masih lemah harus disangga agar nantinya berbentuk bagus tak seperti perut katak.
Sejak janin, organ-organ tubuh terus berkembang sampai tiba saatnya untuk dilahirkan. Sementara ruang untuk berkembang organ-organ tubuh tersebut sangat terbatas. Tidak heran jika pada beberapa bayi terjadi penekanan sedemikian tinggi pada rongga perutnya. Akibatnya umbilikus tidak menutup sehingga pusar tampak bodong.
Dinding perut masih relatif tipis sedangkan muatan di dalamnya demikian banyak, sehingga belum mampu menahan organ-organ di dalam rongga perut terutama usus. Inilah yang membuat perut bayi tampak besar dan melebar seperti katak. Itu adalah hal yang normal jadi tak perlu dibentuk dengan gurita. Disamping itu, pemakaian gurita dapat membuat tidak terlihatnya apabila terjadi perdarahan tali pusat yang dapat berakhir dengan kematian dan membuat bayi kesulitan bernafas jika pengikatan gurita terlalu erat. So, keep your baby!

Mioma Uteri

Sampai saat ini penyebab pasti mioma uteri belum diketahui. Namun ada teori yang menyatakan tumor jinak ini tumbuh akibat rangsangan yang kuat dari hormon estrogen. Tingginya kadar hormon ini bisa berasal dari dalam tubuh akibat produksi ovarium yang berlebihan atau akibat penggunaan hormon dari luar. Pertumbuhan sel jadi abnormal karena otot rahim berkembang secara berlebihan.
Mioma cenderung dijumpai pada wanita usia reprodukif. Yang menjadi kekhawatiran apabila mioma dijumpai pada seorang wanita yang belum menikah atau belum mendapatkan momongan. Apalagi bila dokter sudah mengatakan tindakan pengangkatan mioma disertai dengan pengangkatan rahim. Mioma pada wanita yang memasuki usia menopause akan mengecil dengan sendirinya karena fungsi dari ovarium tidak maksimal lagi dan rangsangan estrogen juga ikut berkurang.
Menurut letaknya di rahim, mioma dibagi menjadi 3 :
1. Mioma uteri subserosum, berada di lapisan luar rahim
2. Mioma uteri, di bagian tengah otot rahim
3. Mioma uteri subserosum, di lapisan dalam mukosa rahim
Mioma uteri submukosum dan menggantung dalam kavum uteri, tidak perlu tindakan pengangkatan rahim, jadi hanya miomanya saja yang diambil dengan teknik miomektomi dan pasien masih memiliki potensi untuk hamil.
Pada mioma uteri subserosum yang berpotensi mempersulit kehamilan, namun tindakan operasi juga tidak perlu pengakatan rahim.Untuk mioma uteri intramural masih ada beberapa faktor yang dipertimbangkan. Bila ukurannya kecil dan tidak ada gangguan, maka operasi belum perlu dilakukan. Bila ukurannya lebih dari 10cm dan tidak bisa diatasi lagi dengan obat ataupun curretage (jika perdarahan), maka sebaiknya dilakukan operasi pengangkatan rahim.
Histerektomi bisa dilakukan dengan membuka dinding perut atau dilakukan dari vagina. Jenis triama intra mural dengan atau tanpa perdarahan dan apabila masih takut untuk operasi dapat dipasang spiral yang mengandung levonorgestrel pada kavum uteri agar perdarahannya berkurang dan pembesaran mioma bisa ditahan. Spiral ini dapat dipakai sampai 5 tahun.