Kistadenoma ovarii musinosum merupakan salah satu klasifikasi tumor ovarii neoplastik jinak jenis tumor kistik. Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer, id mungkin berasal dari ceratoma dimana dalam pertumbuhannya suatu elemen mengalahkan elemen - elemen lain. Jenis ini dapat mencapai ukuran besar. Ukuran yang terbesar yang pernah dilaporkan adalah 328 pound.
Angka Kejadian
Di Indonesia, Hartadi (1970) menemukan frekuensi sebesar 27%; sedangkan Gunawan (1977) 29,9%; Sapardan (1970) 37,2% dan Djaswadi 15,1%. Tumor ini paling sering terdapat pada wanita berusia antara 20 - 50 th, dan jarang sekali pada masa pubertas.
a. Makroskopis
Tumor ini mempunyai bentuk bulat, avoid atau bentuk tidak teratur, dengan permukaan yang rata dan berwarna putih atau putih kebiru - biruan. Di beberapa tempat dindingnya sangat tipis sehingga transparan. Umunya tidak mengadakan perlekatan dengan sekitarnya. Bila ada perlekatan maka ini disebabkan oleh peradangan dan bukan oleh keganasan. Isi kista umumnya cairan yang jernih, kadang - kadang sangat kental berisi mucus. Kista ini biasanya bersifat multilceluler.
Jika terjadi sobekan pada dinding kista, maka sel-sel epitel dapat tersebar pada permukaan peritoneum rongga perut, dan dengan sekresinya menyebabkan pseudomiksoma peritonci. Akibatnya timbul penyakit menahun dengan musim terus bertambah dan menyebabkan perlekatan. Akhirnya penderita meninggal karena ileus.
b. Mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik tampak dinding kista dilapisi oleh epitel dengan inti pada dasar sel warnanya pucat, dan letaknya di antara sel-sel yang memudar karena terisi lendir.
Pada kista-kista yang besar, sel-sel epitel tampak lebih rata (pendek). Kadang-kadang tampak gambaran papillomateur, tapi jarang seperti pada cyctadenoma serosum. Lapisan epitel ini bersifat adenomateus, menyebabkan invaginasi sehingga timbul kista baru, anak kista.
Histogenesis
1. Kista ini sebagian besar dianggap berasal dari teratoma dengan sifat-sifat endodemik, yang menonjol.
2. Ada pula yang menyatakan berasal dari tumor brenner
3. Metaplasia dari epitel geminal
Gejala-gejala
§ Teraba bagian pada perut bagian bawah yang padat kenyal
§ Gangguan siklus menstruasi
§ Sesak nafas akibat:
o Dorongan tumor
o Hidrotoraks atau asites
§ Perasaan berat di perut bagian bawah
Pada pemeriksaan:
§ Teraba tumor: kistosa, padat atau padat kenyal
§ Tanda-tanda cairan bebas-asites
§ Pemeriksaan bimanual teraba tumor bebas dari uterus
§ Alat diagnosis pembantu dengan
a. Laparaskopi
b. Ultrasonografi
c. Foto rontgen
d. Fungsi cairan asites untuk patologi klinik dan patologi anatomi
Penanganan
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa oavarium yang normal, biasanya dilakukan pengangkatan ovarium beserta tuba (Salpingo-ooforektomi). Pada waktu mengangkat kista, diusahakan mengangkatnya in toto tanpa mengadakan fungsi dahulu, untuk mencegah timbulnya pseudomiksoma paeritonei karena tercecernya isi kista.
Pencegahan
Tidak ada upaya pencegahan khusus yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit ini. Upaya yang bisa dilakukan adalah untuk mengetahui secara dini penyakit ini sehingga pengobatan yang dilakukan memberikan hasil yang baik dengan komplikasi yang minimal. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan secara berkala yang meliputi:
1. Pemeriksaan klinis genekologik untuk mendeteksi adanya kista atau pembesaran ovarium lainnya.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) bila perlu dengan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah.
3. Pemeriksaan petanda tumor (tumor marker)
4. Pemeriksaan CT-Scan/MRI bila dianggap perlu
Pemeriksaan tersebut di atas sangat dianjurkan terutama wanita yang mempunyai resiko akan terjadi kanker ovarium, yaitu :
1. Wanita yang haid pertama lebih awal dan menopouse lebih lambat
2. Wanita yang tidak pernah atau sulit hamil
3. Wanita dengan riwayat keluarga menderita kanker ovarium
4. Wanita Penderita kanker payudara dan kolon
Rabu, 08 April 2009
Condiloma Akuminata
Ø Pengertian
Candiloma Akuminata terjadi sebagai lesipapi tomatosa pada vulva dan dapat melibatkan vagina atau serviks.
Kondiloma akuminata merupakan pertumbuhan pada kulit dan selaput lendir yang menyerupai jengger ayam jago.
Kandiloma akuminata merupakan sejenis penyakit kelamin yang boleh merebak melalui hubungan seksual.
Condiloma akuminata merupakan kutil-kutil yang runcing dan biasanya tumbuh sebagai akibat flour albus yang banyak.
Ø Etiologi
Etiologi Condiloma akiminata belum jelas. Beberapa sarjana menyatakan pertumbuhan itu disebabkan oleh virus HPV, akan tetapi ada pula yang berpendapat bahwa epidermis terangsang getah vagina, sehingga terjadi pertumbuhan-pertumbuhan kapiler. Memang pada Condiloma akuminata sering pula dijumpai flour albus akibat peradangan oleh trichomonas vaginalis, Candida albicans atau gonokokkus. Karena itu 3 jenis infeksi ini selalu harus diperiksa dan diobati lebih dahulu sebelum terapi ditujukan kepala kondilomanya.
Condiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts, genital warts/venereal wart, condiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual, ditemukan pada laki-laki ataupun perempuan disebabkan infeksi virus human papiloma (HPV) tipe 6 dan 11.
Adapun tempat virus masuk melalui penis, vagina, anus dimana melalui sentuhan langsung dari kulit ke kulit ketika melakukan hubungan seksual melalui vagina, dubur atau secara oral dengan seorang yang telah mengidap penyakit ini. Untuk masa inkubasinya 2-3 bulan.
Ø Gejala
Kondiloma akuminata paling sering tumbuh di permukaan tubuh yang hangat dan lembab, lipatan. Pada laki-laki area yang sering terkena adalah ujung dan batang penis dan di bawah kulit depannya (Jika tidak disunat). Sedangkan pada di area vulva, dinding vagina, leher rahim (serviks) dan kulit di sekeliling vagina.
Penyakit ini juga bisa terjadi di daerah sekeliling anus dan rektum, terutama pada laki-laki homoseksual dan wanita yang melakukan hubungan seksual melalui dubur. Dimana kutil biasanya muncul dalam waktu 1-6 bulan setelah terinfeksi, dimulai sebagian pembengkakan kecil yang lembut, lembab, berwarna merah atau pink. Bisa tumbuh dengan cepat dan memiliki tangkai. Seringkali tumbuh beberapa kutil dan permukaan yang kasar memberikan gambaran seperti bunga kol. Pada wanita hamil pada gangguan sistem kekebalan dan pada orang yang kulitnya meradang, pertumbuhan kutil ini sangat cepat.
Ø Cara Pemberantasan
A. Upaya Pencegahan
Hindari kontak dengan sesi dari orang lain. Penelitian yang dilakukan belakangan ini menunjukkan bahwa pemakaian kondom pada pria ternyata tidak mencegah terjadinya infeksi.
B. Pengawasan Penderita, kontak, dan lingkungan sekitar
· Laporan kepada institusi kesehatan setempat
· Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi terhadap mereka yang kontak dan melakukan hubungan seks dengan penderita cukup pada kulit kelamin, harus dilakukan pemeriksaan dan bila perlu diberikan pengobatan.
Ø Pengobatan
Adapun tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan gejala klinik yang tampak atau warts banyak pilihan pengobatan dapat diberikan secara topikal, bedah dan sistemik, keputusan pemilihan pengobatan tergantung kondisi penderita, ukuran jenis, lokasi lesi, gambaran morfologi, ketrampilan dokter dan biaya. Untuk wanita hamil dilakukan pengobatan sebelum bersalin, yakni dengan eksisi dengan elektrokauter apabila kondilomanya kecil-kecil atau hanya beberapa tetapi besar-besar, awal hubungan dengan dasarnya tidak terlampau lebar.
Namun ada juga dokter-dokter yang lebih suka mengobati kondiloma akuminata dengan ting ture podofilin yang setiap kali dioleskan pada pertumbuhan-pertumbuhan, walaupun lama tapi hasilnya cukup memuaskan, tetapi kalau papilomatosis yang cukup luas maka dilakukan operasi caesar untuk melahirkan bayinya.
Bersihkan/irigasi lokasi lesi dengan larutan antisepik abrasi dengan kauter elektrik pada semua lesi yang ditemukan.
Pilihan terapi lokal lainnya :
· Asam triklord asetat 40-50%
· Asam salisilat 20-40% (Hndungi bagian sekitar lesi dengan vaselih agar tidak membakar mukosa yang sehat).
· Berikan pula asikklovin 200 mg setiap 4 jam
· Beri antibiotika profilaksis pasca ablasi (amplisilin + sulbaktam 2,25 gram/oral dosis tunggal)
· Bila timbul lesi yang sangat ekstensif (pasca pengobatan) pertimbangkan kemungkinan adanya HIV.
· Obati pula pasangannya dengan terapi yang sama, gunakan metode banier (kondom) apabila melakukan hubungan seks.
Candiloma Akuminata terjadi sebagai lesipapi tomatosa pada vulva dan dapat melibatkan vagina atau serviks.
Kondiloma akuminata merupakan pertumbuhan pada kulit dan selaput lendir yang menyerupai jengger ayam jago.
Kandiloma akuminata merupakan sejenis penyakit kelamin yang boleh merebak melalui hubungan seksual.
Condiloma akuminata merupakan kutil-kutil yang runcing dan biasanya tumbuh sebagai akibat flour albus yang banyak.
Ø Etiologi
Etiologi Condiloma akiminata belum jelas. Beberapa sarjana menyatakan pertumbuhan itu disebabkan oleh virus HPV, akan tetapi ada pula yang berpendapat bahwa epidermis terangsang getah vagina, sehingga terjadi pertumbuhan-pertumbuhan kapiler. Memang pada Condiloma akuminata sering pula dijumpai flour albus akibat peradangan oleh trichomonas vaginalis, Candida albicans atau gonokokkus. Karena itu 3 jenis infeksi ini selalu harus diperiksa dan diobati lebih dahulu sebelum terapi ditujukan kepala kondilomanya.
Condiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts, genital warts/venereal wart, condiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual, ditemukan pada laki-laki ataupun perempuan disebabkan infeksi virus human papiloma (HPV) tipe 6 dan 11.
Adapun tempat virus masuk melalui penis, vagina, anus dimana melalui sentuhan langsung dari kulit ke kulit ketika melakukan hubungan seksual melalui vagina, dubur atau secara oral dengan seorang yang telah mengidap penyakit ini. Untuk masa inkubasinya 2-3 bulan.
Ø Gejala
Kondiloma akuminata paling sering tumbuh di permukaan tubuh yang hangat dan lembab, lipatan. Pada laki-laki area yang sering terkena adalah ujung dan batang penis dan di bawah kulit depannya (Jika tidak disunat). Sedangkan pada di area vulva, dinding vagina, leher rahim (serviks) dan kulit di sekeliling vagina.
Penyakit ini juga bisa terjadi di daerah sekeliling anus dan rektum, terutama pada laki-laki homoseksual dan wanita yang melakukan hubungan seksual melalui dubur. Dimana kutil biasanya muncul dalam waktu 1-6 bulan setelah terinfeksi, dimulai sebagian pembengkakan kecil yang lembut, lembab, berwarna merah atau pink. Bisa tumbuh dengan cepat dan memiliki tangkai. Seringkali tumbuh beberapa kutil dan permukaan yang kasar memberikan gambaran seperti bunga kol. Pada wanita hamil pada gangguan sistem kekebalan dan pada orang yang kulitnya meradang, pertumbuhan kutil ini sangat cepat.
Ø Cara Pemberantasan
A. Upaya Pencegahan
Hindari kontak dengan sesi dari orang lain. Penelitian yang dilakukan belakangan ini menunjukkan bahwa pemakaian kondom pada pria ternyata tidak mencegah terjadinya infeksi.
B. Pengawasan Penderita, kontak, dan lingkungan sekitar
· Laporan kepada institusi kesehatan setempat
· Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi terhadap mereka yang kontak dan melakukan hubungan seks dengan penderita cukup pada kulit kelamin, harus dilakukan pemeriksaan dan bila perlu diberikan pengobatan.
Ø Pengobatan
Adapun tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan gejala klinik yang tampak atau warts banyak pilihan pengobatan dapat diberikan secara topikal, bedah dan sistemik, keputusan pemilihan pengobatan tergantung kondisi penderita, ukuran jenis, lokasi lesi, gambaran morfologi, ketrampilan dokter dan biaya. Untuk wanita hamil dilakukan pengobatan sebelum bersalin, yakni dengan eksisi dengan elektrokauter apabila kondilomanya kecil-kecil atau hanya beberapa tetapi besar-besar, awal hubungan dengan dasarnya tidak terlampau lebar.
Namun ada juga dokter-dokter yang lebih suka mengobati kondiloma akuminata dengan ting ture podofilin yang setiap kali dioleskan pada pertumbuhan-pertumbuhan, walaupun lama tapi hasilnya cukup memuaskan, tetapi kalau papilomatosis yang cukup luas maka dilakukan operasi caesar untuk melahirkan bayinya.
Bersihkan/irigasi lokasi lesi dengan larutan antisepik abrasi dengan kauter elektrik pada semua lesi yang ditemukan.
Pilihan terapi lokal lainnya :
· Asam triklord asetat 40-50%
· Asam salisilat 20-40% (Hndungi bagian sekitar lesi dengan vaselih agar tidak membakar mukosa yang sehat).
· Berikan pula asikklovin 200 mg setiap 4 jam
· Beri antibiotika profilaksis pasca ablasi (amplisilin + sulbaktam 2,25 gram/oral dosis tunggal)
· Bila timbul lesi yang sangat ekstensif (pasca pengobatan) pertimbangkan kemungkinan adanya HIV.
· Obati pula pasangannya dengan terapi yang sama, gunakan metode banier (kondom) apabila melakukan hubungan seks.
Kista Korpus Luteum
Setelah ovulasi, korpus luteum timbul dari transformasi sel-sel granulosa yang tinggal menjadi sel-sel lutein polihedral besar yang mensekresi estrogen dan progesteron, siklus hidup korpus luteum dapat dibagi menjadi empat stadium : proliferasi, vaskularisasi, maturitasi dan regrasi.
Pada mulanya kongesti kapiler dan perdarahan kedalam lapisan sel-sel granulosa diikuti oleh invasi kapiler dari sel-sel teka dan sel-sel granulosa yang mengalami luteinasi, walaupun perdarahan yang terjadi di dalam lumen biasanya tipe zonal. Perdarahan yang lebih ekstensif dapat meregang seluruh lumen dengan darah membentuk suatu hematoma korpus luteum. Folikel yang baru ruptur yang terisi materi kongulasi kemerahan disebut juga korpus hemarrhagicum. Kadang-kadang terjadi perdarahan intra peritoneal.
Stadium maturasi dimulai sekitar hari keempat setelah ovulasi korpus luteum mencapai puncak. Aktifitas fungsional sekitar hari kedelapan setelah ovulasi.
Apabila terjadi kehamilan perkembangan korpus luteum berlanjut di bawah pengaruh chorionic gonadotropin. Apabila konsepsi tidak terjadi korpus luteum mulai mengalami regresi sekitar hari kesembilan setelah ovulasi. Penurunan produksi estrogen dan progesteron menimbulkan perubahan-perubahan endometrium sehingga menyebabkan menstruasi.
Normalnya, interval dari ovulasi sampai mesntruasi cenderung stabil 14 hari variabilitas panjang siklus biasanya disebabkan oleh variasi dalam jumlah hari yang dibutuhkan untuk perubahan folikel dan pematangan sewaktu fase menjelang ovulasi. Namun kadang-kadang korpus luteum dapat menetap walaupun korpus tidak terjadi karena produksi estrogen dan progesteron berlarut, menstruasi tidak berhasil muncul pada waktu yang diharapkan, sindrom korpus luteum, persisten ini dapat dikacaukan dengan kehamilan muda.
Kista Korpus Luteum
Bilamana lonjakan LH terjadi dan sel telur dilepaskan, rantai peristiwa lain dimulai. Folikel kemudian bereaksi terhadap LH dengan menghasilkan hormon estrogen dan progesteron dalam jumlah besar sebagai persiapan untuk pembuahan. Perubahan dalam folikel ini disebut korpus luteum. Tetapi kadangkala setelah sel telur dilepaskan, lubang keluarnya tertutup dan jaringan-jaringan mengumpul di dalamnya, menyebakan korpus luteum membesar dan menjadi kista. Meski kista ini biasanya hilang dengan sendiri dalam beberapa minggu, tetapi kista ini dapat tumbuh hingga 4 inchi (10 cm) diameternya dan berpotensi untuk berdarah dengan sendirinya atau mendesak ovarium yang menyebabkan nyeri panggul dan perut. Jika kista ini berisi darah, kista dapat pecah dan menyebabkan perdarahan internal dan nyeri tajam yang tiba-tiba.
Ada beberapa gejala kista korpus luteum
Seperti nyeri sewaktu haid, nyeri perut bagian bawah, sering merasa ingin buang air besar atau kecil, dan pada keadaan yang sudah berlanjut dapat teraba benjolan pada daerah perut. Jika menekan saluran kemih, usus, saraf atau pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul, tumor akan menimbulkan keluhan susah kencing, gangguan pencernaan, seperti tidak bisa buang air besar, kesemutan atau kaki sering bengkak. Sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana terjadinya kista. Biasanya tumbuh sangat pelan dan sering terjadi keganasan pada umur lebih dari 45 tahun. Dari keempat kista ini paling banyak dan justru sering mengecil sendiri seiring dengan membaiknya keseimbangan hormonal adalah kista fungsional. Kewaspadaan terhadap kista yang bersifat ganas dilakukan bila :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pasca menopouse
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Faktor yang menyebabkan kista
Faktor genetik juga berpengaruh. Ada sebagian orang yang secara genetik lebih besar kecenderungannya untuk menderita kanker, adapula orang yang secara genetik lebih kecil kemungkinannya. Sebab itu, jika dalam riwayat kesehatan keluarga kita ada beberapa orang yang diketahui menderita kanker, misalnya ayah, ibu, kakak, paman bibi, kakek, nenek dan lain-lain, maka kita harus lebih waspada menghindari faktor-faktor lain yang dapat memicu kanker. Harus lebih selektif memilih makanan yang sehat, lebih teratur berolahraga, jangan merokok, dan hindari hidup diantara para perokok.
Dengan laporoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan kista atau mengambil bahan percontohan untuk biopsi.
Terapi yang diberikan yaitu :
1. Pendekatan acoewait and seea
Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovuasi teratur, tanpa gejala dan hasil USG menunjuan kista berisi cairan, dokter tidak mmberikan pengobatan apapun dan menyarankan intuk pemeriksaan USG ulangan secara periodik (selang 2-3 siklus haid) untuk melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga menjadi pilihan bagi wanita pasca menopouse jika kista berisi cairan dan diameternya kurang dari 5 cm.
2. Pil Kontrasepsi
Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan kista.
Pembedahan
Jika kista besar (diameter > 5 cm), padat, tumbuh atau tetap selama 2-3 sikluas haid, atau kista yang berbentuk iregular, menyebabkan nyeri atau gejala-gejala berat, maka kista dapat dihilangkan dengan pembedahan. Jika kista tersebut bukan kanker, dapat dilakukan tindakan miomektomi untuk menghilangkan kista dengan ovarium masih pada tempatnya. Jika kista tersebut merupakan kanker, dokter akan menyarankan tindakan histeroktomi ovarium.
Pada mulanya kongesti kapiler dan perdarahan kedalam lapisan sel-sel granulosa diikuti oleh invasi kapiler dari sel-sel teka dan sel-sel granulosa yang mengalami luteinasi, walaupun perdarahan yang terjadi di dalam lumen biasanya tipe zonal. Perdarahan yang lebih ekstensif dapat meregang seluruh lumen dengan darah membentuk suatu hematoma korpus luteum. Folikel yang baru ruptur yang terisi materi kongulasi kemerahan disebut juga korpus hemarrhagicum. Kadang-kadang terjadi perdarahan intra peritoneal.
Stadium maturasi dimulai sekitar hari keempat setelah ovulasi korpus luteum mencapai puncak. Aktifitas fungsional sekitar hari kedelapan setelah ovulasi.
Apabila terjadi kehamilan perkembangan korpus luteum berlanjut di bawah pengaruh chorionic gonadotropin. Apabila konsepsi tidak terjadi korpus luteum mulai mengalami regresi sekitar hari kesembilan setelah ovulasi. Penurunan produksi estrogen dan progesteron menimbulkan perubahan-perubahan endometrium sehingga menyebabkan menstruasi.
Normalnya, interval dari ovulasi sampai mesntruasi cenderung stabil 14 hari variabilitas panjang siklus biasanya disebabkan oleh variasi dalam jumlah hari yang dibutuhkan untuk perubahan folikel dan pematangan sewaktu fase menjelang ovulasi. Namun kadang-kadang korpus luteum dapat menetap walaupun korpus tidak terjadi karena produksi estrogen dan progesteron berlarut, menstruasi tidak berhasil muncul pada waktu yang diharapkan, sindrom korpus luteum, persisten ini dapat dikacaukan dengan kehamilan muda.
Kista Korpus Luteum
Bilamana lonjakan LH terjadi dan sel telur dilepaskan, rantai peristiwa lain dimulai. Folikel kemudian bereaksi terhadap LH dengan menghasilkan hormon estrogen dan progesteron dalam jumlah besar sebagai persiapan untuk pembuahan. Perubahan dalam folikel ini disebut korpus luteum. Tetapi kadangkala setelah sel telur dilepaskan, lubang keluarnya tertutup dan jaringan-jaringan mengumpul di dalamnya, menyebakan korpus luteum membesar dan menjadi kista. Meski kista ini biasanya hilang dengan sendiri dalam beberapa minggu, tetapi kista ini dapat tumbuh hingga 4 inchi (10 cm) diameternya dan berpotensi untuk berdarah dengan sendirinya atau mendesak ovarium yang menyebabkan nyeri panggul dan perut. Jika kista ini berisi darah, kista dapat pecah dan menyebabkan perdarahan internal dan nyeri tajam yang tiba-tiba.
Ada beberapa gejala kista korpus luteum
Seperti nyeri sewaktu haid, nyeri perut bagian bawah, sering merasa ingin buang air besar atau kecil, dan pada keadaan yang sudah berlanjut dapat teraba benjolan pada daerah perut. Jika menekan saluran kemih, usus, saraf atau pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul, tumor akan menimbulkan keluhan susah kencing, gangguan pencernaan, seperti tidak bisa buang air besar, kesemutan atau kaki sering bengkak. Sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana terjadinya kista. Biasanya tumbuh sangat pelan dan sering terjadi keganasan pada umur lebih dari 45 tahun. Dari keempat kista ini paling banyak dan justru sering mengecil sendiri seiring dengan membaiknya keseimbangan hormonal adalah kista fungsional. Kewaspadaan terhadap kista yang bersifat ganas dilakukan bila :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pasca menopouse
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Faktor yang menyebabkan kista
Faktor genetik juga berpengaruh. Ada sebagian orang yang secara genetik lebih besar kecenderungannya untuk menderita kanker, adapula orang yang secara genetik lebih kecil kemungkinannya. Sebab itu, jika dalam riwayat kesehatan keluarga kita ada beberapa orang yang diketahui menderita kanker, misalnya ayah, ibu, kakak, paman bibi, kakek, nenek dan lain-lain, maka kita harus lebih waspada menghindari faktor-faktor lain yang dapat memicu kanker. Harus lebih selektif memilih makanan yang sehat, lebih teratur berolahraga, jangan merokok, dan hindari hidup diantara para perokok.
Dengan laporoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan kista atau mengambil bahan percontohan untuk biopsi.
Terapi yang diberikan yaitu :
1. Pendekatan acoewait and seea
Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovuasi teratur, tanpa gejala dan hasil USG menunjuan kista berisi cairan, dokter tidak mmberikan pengobatan apapun dan menyarankan intuk pemeriksaan USG ulangan secara periodik (selang 2-3 siklus haid) untuk melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga menjadi pilihan bagi wanita pasca menopouse jika kista berisi cairan dan diameternya kurang dari 5 cm.
2. Pil Kontrasepsi
Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan kista.
Pembedahan
Jika kista besar (diameter > 5 cm), padat, tumbuh atau tetap selama 2-3 sikluas haid, atau kista yang berbentuk iregular, menyebabkan nyeri atau gejala-gejala berat, maka kista dapat dihilangkan dengan pembedahan. Jika kista tersebut bukan kanker, dapat dilakukan tindakan miomektomi untuk menghilangkan kista dengan ovarium masih pada tempatnya. Jika kista tersebut merupakan kanker, dokter akan menyarankan tindakan histeroktomi ovarium.
Selasa, 07 April 2009
Persalinan Prematur
A. Definisi
Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28-36 minggu. (Wiknjosastro, 2002 : 314).
Persalinan pretern adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20-37 minggu (Mansjoer, 2000 : 274).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221).
B. Etiologi
Menurut Surasmi (2003) bahwa penyebab persalinan prematur dibagi 3 yaitu :
Faktor Ibu
a. Toksemia gravidarum yaitu PE dan Eklamsi.
b. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bicornis, incompeten serviks).
c. Tumor (misal : mioma uteri, sistoma).
d. Ibu yang menderita penyakit antara lain :
1) Akut dengan gejala panas tinggi (tifus abdominalis, malaria).
2) Kronis (TBC, penyakit jantung).
e. Trauma pada masa kehamilan
1) Fisik (misal : jatuh).
2) Psikologis (misal : stress).
f. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
g. Placenta (misal : placenta previa, soluti placenta).
Faktor Janin
a. Kehamilan ganda
b. Hidramnion
c. KPD ( ketuban pecah dini)
d. Cacat bawaan
e. Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis)
f. Insufisiensi placenta
g. Inkompatibilitas darah ibu dan janin (factor rhesus, golongan darah A, B, O)
Faktor placenta
a. Placenta previa
b. Solusio placenta
C. Tanda dan Gejala
Pada kehamilan kurang dari 37 minggu terjadi kontraksi uterus yang teratur, semakin kuat dan sering, disertai tanda persalinan normal lainnya, dankemudian diikuti dengan lahirnya bayi yang belum cukup umur dengan berat badan 2500 gram (Dinkes, 2001 : 40).
Menurut Herron (1982) bahwa keluhan dan gejala lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis dini wanita hamil dengan resiko untuk persalinan preterm :
a. Keluarnya mucus dari serviks, sering sedikit berdarah.
b. nyeri punggung bawah
c. tekanan panggul yang disebabkan oleh desensus janin
d. kram mirip menstruasi
e. kram intestinal dengan atau tanpa diare.
D. Diagnosa
Menurut Mansjoer (1999) bahwa diagnosa dari persalinan prematur ada 2 yaitu :
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum : tampak wajah pucat, pembesaran kelenjar lympe di belakang telinga.
b. Pemeriksaan abdomen : TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hb 7% gram
b. USG : TBJ = 2325 gram
E. Penanganan
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa penanganan persalinan prematur ada 2 yaitu :
Penanganan umum
a. Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu.
b. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Penilaian khusus
a. Penilaian klinik
1) Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginan dan diikuti salah satu berikut ini:
2) Pada periksa dalam :
a) Pendataran 50 - 80% atau lebih.
b) Pembukaan 2 cm atau lebih.
3) Mengukur panjang serviks dengan vaginal proses USG :
a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan premature.
b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan premature.
c) Cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi kelahiran premature.
b. Penanganan
Perlu dilakukan penilaian tentang :
1) Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin.
2) Demam atau tidak.
3) Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan USG.
4) Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea.
5) Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk sesuai dengan prinsip penanganannya.
6) Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran, atau
7) Siapkan penanganan selanjutnya
8) Upaya menghentikan kontraksi uterus :
a) Pemberian obat
Kemungkinan obat - obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu.
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila :
· Umur kehamilan < 35 minggu
· Pembukaa.n seviks < 3 cm
· Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif.
· Tdak ada gawat janin.
b) Perawatan di RS
Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan eyaluasi terhadap hisdan pembukaan.
· Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin.
· Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selama 12 jam (berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selama 6 jam).
· Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Pemberian antibiotika, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah golongan aerob Gram (+) dan (-), anaerob dan lain - lain yang berasal dari :
· Biasanya flora normal dari vagina/rectum.
· Kadang eksogen akibat tindakan yang aseptic (grup A streptokokus).
Obat tokolitik yang dianjurkan :
Berikan obat-obatan tokolitik tidak > 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau cairan pervaginan, djj, gula darah).
c. Persalinan berlanjut
Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan menyetop kontraksi uterus bila :
o Umur kehamilan lebih dari 35 minggu.
o Serviks membuka lebih dari 3 cm.
o Perdarahan aktif.
o Janin mati dan adanya kelainan congenital yang kemungkinan hidup kecil.
o Adanya khorioamnionitis.
o Preeklampsia.
o Gawatjanin.
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi premature cukup tinggi).
F. Komplikasi
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa komplikasi persalinan premature ada 2 yaitu :
Terhadap ibu
a. Tidak terlalu berbahaya
b. Kemungkinan kehamilan premature kembali terulang
Terhadap janin
a. Mudah terkena infeksi
b. Perkembangan dan pertumbuhannya sering terlambat.
G. Prognosa
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa prognosanya sebagai berikut :
Partus premature merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting, kejadian ± 7% dari semua kelahiran hidup.
H. Pencegahan
Menurut Manuaba (1998), bahwa pencegahan persalinan premature ada 3 yaitu :
Ibu harus mempersiapkan diri untuk hamil.
Lakukan pemeriksaan intensif
Mengatur jarak kehamilan.
Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28-36 minggu. (Wiknjosastro, 2002 : 314).
Persalinan pretern adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20-37 minggu (Mansjoer, 2000 : 274).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221).
B. Etiologi
Menurut Surasmi (2003) bahwa penyebab persalinan prematur dibagi 3 yaitu :
Faktor Ibu
a. Toksemia gravidarum yaitu PE dan Eklamsi.
b. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bicornis, incompeten serviks).
c. Tumor (misal : mioma uteri, sistoma).
d. Ibu yang menderita penyakit antara lain :
1) Akut dengan gejala panas tinggi (tifus abdominalis, malaria).
2) Kronis (TBC, penyakit jantung).
e. Trauma pada masa kehamilan
1) Fisik (misal : jatuh).
2) Psikologis (misal : stress).
f. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
g. Placenta (misal : placenta previa, soluti placenta).
Faktor Janin
a. Kehamilan ganda
b. Hidramnion
c. KPD ( ketuban pecah dini)
d. Cacat bawaan
e. Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis)
f. Insufisiensi placenta
g. Inkompatibilitas darah ibu dan janin (factor rhesus, golongan darah A, B, O)
Faktor placenta
a. Placenta previa
b. Solusio placenta
C. Tanda dan Gejala
Pada kehamilan kurang dari 37 minggu terjadi kontraksi uterus yang teratur, semakin kuat dan sering, disertai tanda persalinan normal lainnya, dankemudian diikuti dengan lahirnya bayi yang belum cukup umur dengan berat badan 2500 gram (Dinkes, 2001 : 40).
Menurut Herron (1982) bahwa keluhan dan gejala lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis dini wanita hamil dengan resiko untuk persalinan preterm :
a. Keluarnya mucus dari serviks, sering sedikit berdarah.
b. nyeri punggung bawah
c. tekanan panggul yang disebabkan oleh desensus janin
d. kram mirip menstruasi
e. kram intestinal dengan atau tanpa diare.
D. Diagnosa
Menurut Mansjoer (1999) bahwa diagnosa dari persalinan prematur ada 2 yaitu :
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum : tampak wajah pucat, pembesaran kelenjar lympe di belakang telinga.
b. Pemeriksaan abdomen : TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hb 7% gram
b. USG : TBJ = 2325 gram
E. Penanganan
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa penanganan persalinan prematur ada 2 yaitu :
Penanganan umum
a. Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu.
b. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Penilaian khusus
a. Penilaian klinik
1) Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginan dan diikuti salah satu berikut ini:
2) Pada periksa dalam :
a) Pendataran 50 - 80% atau lebih.
b) Pembukaan 2 cm atau lebih.
3) Mengukur panjang serviks dengan vaginal proses USG :
a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan premature.
b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan premature.
c) Cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi kelahiran premature.
b. Penanganan
Perlu dilakukan penilaian tentang :
1) Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin.
2) Demam atau tidak.
3) Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan USG.
4) Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea.
5) Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk sesuai dengan prinsip penanganannya.
6) Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran, atau
7) Siapkan penanganan selanjutnya
8) Upaya menghentikan kontraksi uterus :
a) Pemberian obat
Kemungkinan obat - obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu.
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila :
· Umur kehamilan < 35 minggu
· Pembukaa.n seviks < 3 cm
· Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif.
· Tdak ada gawat janin.
b) Perawatan di RS
Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan eyaluasi terhadap hisdan pembukaan.
· Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin.
· Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selama 12 jam (berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selama 6 jam).
· Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Pemberian antibiotika, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah golongan aerob Gram (+) dan (-), anaerob dan lain - lain yang berasal dari :
· Biasanya flora normal dari vagina/rectum.
· Kadang eksogen akibat tindakan yang aseptic (grup A streptokokus).
Obat tokolitik yang dianjurkan :
Berikan obat-obatan tokolitik tidak > 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau cairan pervaginan, djj, gula darah).
c. Persalinan berlanjut
Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan menyetop kontraksi uterus bila :
o Umur kehamilan lebih dari 35 minggu.
o Serviks membuka lebih dari 3 cm.
o Perdarahan aktif.
o Janin mati dan adanya kelainan congenital yang kemungkinan hidup kecil.
o Adanya khorioamnionitis.
o Preeklampsia.
o Gawatjanin.
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi premature cukup tinggi).
F. Komplikasi
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa komplikasi persalinan premature ada 2 yaitu :
Terhadap ibu
a. Tidak terlalu berbahaya
b. Kemungkinan kehamilan premature kembali terulang
Terhadap janin
a. Mudah terkena infeksi
b. Perkembangan dan pertumbuhannya sering terlambat.
G. Prognosa
Menurut Syaifuddin (2001), bahwa prognosanya sebagai berikut :
Partus premature merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting, kejadian ± 7% dari semua kelahiran hidup.
H. Pencegahan
Menurut Manuaba (1998), bahwa pencegahan persalinan premature ada 3 yaitu :
Ibu harus mempersiapkan diri untuk hamil.
Lakukan pemeriksaan intensif
Mengatur jarak kehamilan.
Plasenta Previa
A. Pengertian
1. Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi abnormal, yaitu pada SBR sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir atau Ostium Uteri Internal. (Mochtar, 1998. 269)
2. Plasenta Previa adalah plasenta dengan implantasi disekitar SBR, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internal. (IdaBagus Gde Manuaba, 1998. 253)
3. Plasenta Previa adalah keadaan dimana Implantasi plasenta terletak pada atau dekat Seruik (Saefudin, 2002. M.20).
B. Klasifikasi
Menurut Mochtar (1998), bahwa klasifikasi plasenta Previa adalah sbb :
1. Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm:
a. Plasenta Previa Sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi Ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :
1) Plasenta Previa Lateralis Posterior : Bila sebagian menutupi Ostium bagian belakang.
2) Plasenta Previa Lateralis Anterior : Bila menutupi Ostium bagian belakang
3) Plasenta Previa Lateralis Marginalis : Bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
2. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat
a. Plasenta Previa Totalis : Seluruh ostium ditutupi plasenta
b. Plasenta Previa Partialis : Sebagian ditutupi plasenta
c. Plasenta letak rendah : Tepi plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba
3. Menurut Browne :
a. Tingkat 1 : Lateral Placenta Previa
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
b. Tingkat 2 : Marginal Placenta Previa
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
c. Tingkat 3 : Complete Placenta Previa
Plasenta menutupi ostium waktu cervix tertutup, dan tidak menutupi waktu bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat 4 : Central Placenta Previa
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
C. Etiologi
Penyebab Plasenta Previa menurut Mochtar (1998 ) adalah sbb :
Disamping masih banyak penyebab Plasenta Previa yang belum diketahui/belum jelas, bermacam-macam teori dalam faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya :
1. Endometrium yang Inferior
2. Chorrion Leave yang persisten
3. Korpus Luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologi:
Umur dan paritas
a. Pada primigravida umur di atas 35 th lebih sering daripada umur di bawah 25 th.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c. Di Indonesia, menurut Toha, Plasenta Previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (Inferior)
Hipo plasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta
Korpus luteum beraksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
Tumor-tumor seperti mioma uteri, polip endometrium
Kadang-kadang pada mal nutrisi
D. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala Plasenta Previa menurut Syaefudin (2000) adalah sbb :
Perdarahan tanpa nyeri dengan usia gestasi diatas 22 minggu
Darah berwarna merah segar
Perdarahan dapat terjadi setelah miksi defekasi, aktivitas fisik, kontraksi braxton hicks, trauma/coitus.
E. Diagnosis
Menurut Wiknjosastro (1999) bahwa Plasenta Previa dapat ditegakkan dengan diagnosis sbb :
Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah Plasenta Previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan terutama pada multi gravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari Anamnesis, melainkan dari pemeriksaaan Hematokrit.
Pemeriksaan Luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas PAP/mengolok kesamping dan sukar didorong ke delam PAP, tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti : letak lintang/letak sungsang.
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dariostium uteri eksternum/dari kelainan servik dan vagina, seperti : erosio parsianis uteri, karsinoma parsianis uteri, polipus cervix uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya Plasenta Previa harus dicurigai.
Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio isotropi dan ultrasonografi. Nilai dragnostiknya cukup tinggi di tangan yang ahli, akan tetapi ibu dan janin pada px. radiografi dan radio isotropi masih dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini mulai di tinggalkan. Penentuan letak plasenta dengan cara ultrasonografi ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Penentuan letak plasenta secara langsung
Dapat dilakukan dengan cara meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam operasi dilakukan sbb :
a. Perabaan Fornises
Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala, sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah PAP, perlahan-lahan seluruh forrises diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. px. ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya Plasenta Previa.
b. Pemeriksaan Kanalis Servikalis
Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta.
Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersinya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
F. Pengaruh Plasenta Previa terhadap Kehamilan
Menurut mochtar ( 1998 ) bahwa pengaruh Plasenta Previa terhadap kehamilan di bagi menjadi 2, yaitu :
Pengaruh Plasenta Previa terhadap ibu
a. letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi patalogik
b. Bila pada Plasenta Previa Lateralis, ketuban pecah/dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli
c. Sering dijumpai inersia primer
d. Perdarahan
Pengaruh Plasenta Previa terhadap janin
a. Bayi lahir mati e. gawat janin
b. Persalinan prematur f. asfiksia neonatorum
c. BBLR
d. Kelainan letak janin
G. Kompilasi Plasenta Previa
Menurut Mochtar ( 1998 ) ada beberapa kompilasi yang menyertai pada Plasenta Previa yaitu:
Prolapsus tali pusat
Prolaps plasenta
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
Perdarahan post partum
Infeksi karena perdarahan yang banyak
Bayi prematur/lahir mati
H. Prognosis
Prognosis Ibu
Dahulu pada saat penanganan relatif masih bersifat konservatif, mortalitas ibu nencapai 8-10%. Sedangkan pada saat sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, mortalitas ibu jauh menurun menjadi 0,1-5%, terutama disebabkan oleh perdarahan, infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan.
Prognosis Janin
Pada saat penanganan relatif masih konservatif, mortalitas janin mencapai 50-80%. Sedangkan pada saat sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, mortalitas janin menurun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan (tindakan). (Mochtar. 1998 : 278).
I. Penanganan
Menurut Syaefudin (2000) bahwa ada beberapa tindakan penanganan Plasenta Previa, yaitu:
Therapi Ekspektatif
a. Tujuan therapi ekspektatif ialah supaya janin tidak lahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
Syarat-syarat therapi ekspektatif
1) Kelahiran Preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
2) Belum ada tanda-tanda inpartu
3) KU cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
4) Janin masih hidup
b. Rawat inap dan tirah baring
c. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, letak dan presentasi janin
d. Berikan tokolitik
1) MgSO4 dengan 1 kali dosis awal dilanjutkan 4 gr setiap 6 jam
2) Salbutamol 3 x 2 mg/hr
3) Indomethasin 3 x 25 mg oral/hr
4) Betamethason 12 mg 1 kali dosis tunggal untuk pematangan paru janin
e. Bila usia kehamilan diatas 32 minggu, plasenta masih berada disekitar astium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
f. Bila perdarahan berhenti, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan dengan pesan untuk segera kembali ke RS apabila terjadi perdarahan ulang.
Therapi Aktif
a. Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditangani tanpa memandang maturitas janin.
b. Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika :
1) Infus/tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
2) Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gr ) dan inpartu
3) Janin telah meninggal/terdapat anomali kongenital misal : anensefalli
4) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melawati PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
c. Cara menyelesaikan persalinan dengan Plasenta Previa
1) Secara Sesarea
a) Tujuan SC :
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera terkontraksi dan menghentikan perdarahan serta menghindari kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
b) Siapkan darah pengganti untuk stabilitas dan pemulihan kondisi ibu
c) Lakukan perawatan lanjutan pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan
2) Melahirkan pervaginam
a) Amniotomi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti SBR dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.
b) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade plasenta. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c) Traksi dengan cunam willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif dan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala, Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang mati dan perdarahan yang tidak aktif.
1. Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi abnormal, yaitu pada SBR sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir atau Ostium Uteri Internal. (Mochtar, 1998. 269)
2. Plasenta Previa adalah plasenta dengan implantasi disekitar SBR, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internal. (IdaBagus Gde Manuaba, 1998. 253)
3. Plasenta Previa adalah keadaan dimana Implantasi plasenta terletak pada atau dekat Seruik (Saefudin, 2002. M.20).
B. Klasifikasi
Menurut Mochtar (1998), bahwa klasifikasi plasenta Previa adalah sbb :
1. Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm:
a. Plasenta Previa Sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi Ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :
1) Plasenta Previa Lateralis Posterior : Bila sebagian menutupi Ostium bagian belakang.
2) Plasenta Previa Lateralis Anterior : Bila menutupi Ostium bagian belakang
3) Plasenta Previa Lateralis Marginalis : Bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
2. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat
a. Plasenta Previa Totalis : Seluruh ostium ditutupi plasenta
b. Plasenta Previa Partialis : Sebagian ditutupi plasenta
c. Plasenta letak rendah : Tepi plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba
3. Menurut Browne :
a. Tingkat 1 : Lateral Placenta Previa
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
b. Tingkat 2 : Marginal Placenta Previa
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
c. Tingkat 3 : Complete Placenta Previa
Plasenta menutupi ostium waktu cervix tertutup, dan tidak menutupi waktu bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat 4 : Central Placenta Previa
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
C. Etiologi
Penyebab Plasenta Previa menurut Mochtar (1998 ) adalah sbb :
Disamping masih banyak penyebab Plasenta Previa yang belum diketahui/belum jelas, bermacam-macam teori dalam faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya :
1. Endometrium yang Inferior
2. Chorrion Leave yang persisten
3. Korpus Luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologi:
Umur dan paritas
a. Pada primigravida umur di atas 35 th lebih sering daripada umur di bawah 25 th.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c. Di Indonesia, menurut Toha, Plasenta Previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (Inferior)
Hipo plasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta
Korpus luteum beraksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
Tumor-tumor seperti mioma uteri, polip endometrium
Kadang-kadang pada mal nutrisi
D. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala Plasenta Previa menurut Syaefudin (2000) adalah sbb :
Perdarahan tanpa nyeri dengan usia gestasi diatas 22 minggu
Darah berwarna merah segar
Perdarahan dapat terjadi setelah miksi defekasi, aktivitas fisik, kontraksi braxton hicks, trauma/coitus.
E. Diagnosis
Menurut Wiknjosastro (1999) bahwa Plasenta Previa dapat ditegakkan dengan diagnosis sbb :
Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah Plasenta Previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan terutama pada multi gravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari Anamnesis, melainkan dari pemeriksaaan Hematokrit.
Pemeriksaan Luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas PAP/mengolok kesamping dan sukar didorong ke delam PAP, tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti : letak lintang/letak sungsang.
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dariostium uteri eksternum/dari kelainan servik dan vagina, seperti : erosio parsianis uteri, karsinoma parsianis uteri, polipus cervix uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya Plasenta Previa harus dicurigai.
Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio isotropi dan ultrasonografi. Nilai dragnostiknya cukup tinggi di tangan yang ahli, akan tetapi ibu dan janin pada px. radiografi dan radio isotropi masih dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini mulai di tinggalkan. Penentuan letak plasenta dengan cara ultrasonografi ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Penentuan letak plasenta secara langsung
Dapat dilakukan dengan cara meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam operasi dilakukan sbb :
a. Perabaan Fornises
Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala, sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah PAP, perlahan-lahan seluruh forrises diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. px. ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya Plasenta Previa.
b. Pemeriksaan Kanalis Servikalis
Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta.
Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersinya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
F. Pengaruh Plasenta Previa terhadap Kehamilan
Menurut mochtar ( 1998 ) bahwa pengaruh Plasenta Previa terhadap kehamilan di bagi menjadi 2, yaitu :
Pengaruh Plasenta Previa terhadap ibu
a. letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi patalogik
b. Bila pada Plasenta Previa Lateralis, ketuban pecah/dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli
c. Sering dijumpai inersia primer
d. Perdarahan
Pengaruh Plasenta Previa terhadap janin
a. Bayi lahir mati e. gawat janin
b. Persalinan prematur f. asfiksia neonatorum
c. BBLR
d. Kelainan letak janin
G. Kompilasi Plasenta Previa
Menurut Mochtar ( 1998 ) ada beberapa kompilasi yang menyertai pada Plasenta Previa yaitu:
Prolapsus tali pusat
Prolaps plasenta
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
Perdarahan post partum
Infeksi karena perdarahan yang banyak
Bayi prematur/lahir mati
H. Prognosis
Prognosis Ibu
Dahulu pada saat penanganan relatif masih bersifat konservatif, mortalitas ibu nencapai 8-10%. Sedangkan pada saat sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, mortalitas ibu jauh menurun menjadi 0,1-5%, terutama disebabkan oleh perdarahan, infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan.
Prognosis Janin
Pada saat penanganan relatif masih konservatif, mortalitas janin mencapai 50-80%. Sedangkan pada saat sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, mortalitas janin menurun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan (tindakan). (Mochtar. 1998 : 278).
I. Penanganan
Menurut Syaefudin (2000) bahwa ada beberapa tindakan penanganan Plasenta Previa, yaitu:
Therapi Ekspektatif
a. Tujuan therapi ekspektatif ialah supaya janin tidak lahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
Syarat-syarat therapi ekspektatif
1) Kelahiran Preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
2) Belum ada tanda-tanda inpartu
3) KU cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
4) Janin masih hidup
b. Rawat inap dan tirah baring
c. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, letak dan presentasi janin
d. Berikan tokolitik
1) MgSO4 dengan 1 kali dosis awal dilanjutkan 4 gr setiap 6 jam
2) Salbutamol 3 x 2 mg/hr
3) Indomethasin 3 x 25 mg oral/hr
4) Betamethason 12 mg 1 kali dosis tunggal untuk pematangan paru janin
e. Bila usia kehamilan diatas 32 minggu, plasenta masih berada disekitar astium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
f. Bila perdarahan berhenti, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan dengan pesan untuk segera kembali ke RS apabila terjadi perdarahan ulang.
Therapi Aktif
a. Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditangani tanpa memandang maturitas janin.
b. Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika :
1) Infus/tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
2) Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gr ) dan inpartu
3) Janin telah meninggal/terdapat anomali kongenital misal : anensefalli
4) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melawati PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
c. Cara menyelesaikan persalinan dengan Plasenta Previa
1) Secara Sesarea
a) Tujuan SC :
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera terkontraksi dan menghentikan perdarahan serta menghindari kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
b) Siapkan darah pengganti untuk stabilitas dan pemulihan kondisi ibu
c) Lakukan perawatan lanjutan pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan
2) Melahirkan pervaginam
a) Amniotomi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti SBR dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.
b) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade plasenta. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c) Traksi dengan cunam willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif dan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala, Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang mati dan perdarahan yang tidak aktif.
Langganan:
Postingan (Atom)